Breaking News

Ketika Rakyat Bergerak: Saatnya Presiden Berdiri di Pihak Kebenaran

Minggu, 31 Agustus 2025 - 09:02 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Suryaindonesia.net || 31 Agustus 2025

Sejak 25 Agustus 2025, gelombang demonstrasi rakyat telah menjalar ke berbagai kota di Indonesia. Ini bukan sekadar aksi turun ke jalan, melainkan bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan yang selama ini dibiarkan tumbuh subur oleh sistem yang mandul dalam memberantas korupsi. Inilah saatnya kita menyadari bahwa api kemarahan rakyat bukanlah kebetulan—melainkan akumulasi dari rasa kecewa, marah, dan dikhianati oleh para pemegang kekuasaan yang seharusnya menjadi pelayan rakyat.

Rakyat Sudah Tak Percaya

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Selama bertahun-tahun, korupsi telah menjadi luka terbuka yang terus menganga. Janji-janji pemberantasan korupsi datang silih berganti, namun yang dirasakan rakyat hanya sandiwara hukum dan penghianatan terhadap nilai-nilai keadilan. Para koruptor hidup mewah, bebas berkeliaran, bahkan tetap bisa menikmati kekayaannya meski sudah divonis bersalah.

Sementara itu, rakyat dipaksa hidup dengan beban ekonomi, pendidikan mahal, kesehatan tak terjangkau, dan pekerjaan yang makin sulit didapat. Ketimpangan sosial menjadi wajah nyata negeri ini. Maka jangan heran, ketika kemarahan itu akhirnya meledak.

Gedung-gedung pemerintahan menjadi simbol kemuakan rakyat. Mereka tak lagi dianggap sebagai rumah rakyat, melainkan sebagai sarang para tikus berdasi yang selama ini menikmati hasil rampasan dari uang rakyat.

Apakah ada penyusup dalam aksi ini? Mungkin saja. Tetapi menyederhanakan gerakan rakyat sebagai ulah penyusup adalah kesalahan fatal. Yang menyulut amarah bukan penyusup, melainkan pengkhianatan terhadap keadilan.

Rakyat Bukan Musuh

Ketika gelombang massa semakin tak terbendung, muncul suara-suara yang mendorong keterlibatan aparat keamanan, termasuk TNI. Namun kita harus bertanya dengan jujur dan hati-hati: Apakah TNI harus melawan rakyatnya sendiri?

Jawabannya adalah tidak.

TNI adalah anak kandung rakyat. Mereka dibentuk bukan untuk memukul rakyat, tetapi untuk menjaga kedaulatan negara dan menjamin keselamatan bangsanya. Ketika rakyat turun ke jalan dengan tuntutan yang sah, maka kekerasan bukan jawaban. Apa yang dibutuhkan bukan peluru, tetapi keadilan. Bukan penangkapan, tetapi solusi nyata.

Jangan ulangi sejarah kelam di mana kekuasaan menjawab suara rakyat dengan represif. Karena ketika negara menggunakan kekerasan terhadap rakyatnya sendiri, maka negara itu sedang menggali kuburnya sendiri.

Kunci Ada di Tangan Presiden

Dalam situasi genting ini, tidak ada waktu lagi untuk basa-basi. Tidak ada ruang untuk politik pencitraan atau pengalihan isu. Presiden harus turun tangan secara langsung dan mengeluarkan keputusan yang tegas: rampas harta para koruptor, miskinkan mereka, dan terbitkan Undang-Undang Darurat Pemberantasan Korupsi.

Ini bukan soal popularitas. Ini soal keberpihakan. Ini soal menyelamatkan bangsa dari kehancuran yang disebabkan oleh pembiaran terhadap korupsi yang sudah menjalar seperti kanker stadium akhir.

Jika presiden ingin mengembalikan kepercayaan rakyat, maka inilah momentum emasnya. Buat keputusan politik yang besar. Terbitkan UU Darurat yang memungkinkan penyitaan total harta koruptor, pemblokiran aset, pelacakan kekayaan lintas negara, dan larangan politik seumur hidup bagi mereka yang terbukti mengkhianati bangsa.

Sebelum rakyat benar-benar miskin dan kehilangan harapan, miskinkan dulu para pengkhianat itu.

Penutup: Saatnya Memilih Sisi

Setiap pemimpin akan diuji. Dan ujian terbesar seorang pemimpin adalah ketika harus memilih: berpihak pada kekuasaan atau berpihak pada kebenaran. Presiden hari ini sedang berdiri di persimpangan sejarah. Apakah akan mengukir namanya sebagai pemimpin yang berpihak pada rakyat, atau justru dikenang sebagai pemimpin yang gagal membaca jeritan bangsanya sendiri.

Karena satu hal yang pasti: ketika rakyat sudah bergerak, tidak ada kekuatan yang bisa menghentikannya selain keadilan itu sendiri.

Berita Terkait

Tiga Wartawan Jember Somasi Oknum Guru MTsN 1 Jember, Tak Terima Dilecehkan
SHE: PEMBERIAN GELAR PAHLAWAN NASIONAL UNTUK SOEHARTO ADALAH PENGHIANATAN
Proyek Paving Desa Jelbuk Disoal Warga Tidak Distamper
Aroma Propaganda dan Dana Desa, Wali Gurun Dikepung Sorotan Publik
Panglima TNI Dampingi Menhan RI Tinjau Panen Kedelai Garuda Merah Putih di Lampung Utara
Memalukan! Tak lulus ujian Kenaikan pangkat Bidan Farida menyebarkan Hoax ada pungli di BKPSDM Deli Serdang
Pengusaha Asing Berikan Keterangan,” Bantahan , ” Melalui Kuasa Hukumnya Terkait Adanya Sidang Kasus Narkoba Daniel Domalski Di On Denpasar Bali.
ALVHI PECI: SUMPAH PEMUDA, SUMPAH KITA

Berita Terkait

Senin, 3 November 2025 - 18:37 WIB

Tiga Wartawan Jember Somasi Oknum Guru MTsN 1 Jember, Tak Terima Dilecehkan

Minggu, 2 November 2025 - 16:18 WIB

SHE: PEMBERIAN GELAR PAHLAWAN NASIONAL UNTUK SOEHARTO ADALAH PENGHIANATAN

Sabtu, 1 November 2025 - 09:05 WIB

Proyek Paving Desa Jelbuk Disoal Warga Tidak Distamper

Kamis, 30 Oktober 2025 - 16:39 WIB

Aroma Propaganda dan Dana Desa, Wali Gurun Dikepung Sorotan Publik

Kamis, 30 Oktober 2025 - 16:07 WIB

Panglima TNI Dampingi Menhan RI Tinjau Panen Kedelai Garuda Merah Putih di Lampung Utara

Kamis, 30 Oktober 2025 - 15:05 WIB

Memalukan! Tak lulus ujian Kenaikan pangkat Bidan Farida menyebarkan Hoax ada pungli di BKPSDM Deli Serdang

Rabu, 29 Oktober 2025 - 02:14 WIB

Pengusaha Asing Berikan Keterangan,” Bantahan , ” Melalui Kuasa Hukumnya Terkait Adanya Sidang Kasus Narkoba Daniel Domalski Di On Denpasar Bali.

Selasa, 28 Oktober 2025 - 22:04 WIB

ALVHI PECI: SUMPAH PEMUDA, SUMPAH KITA

Berita Terbaru