JEMBER, suryaindonesia.net,- Konflik pendirian kios pupuk baru di Kecamatan Jombang, Kabupaten Jember Jawa Timur kian menyingkap aroma penyalahgunaan nama kelompok tani.
Di balik klaim “atas nama Gapoktan”, rencana pendirian kios tersebut justru diduga kuat digerakkan untuk kepentingan pribadi segelintir orang, lengkap dengan tekanan, intimidasi, dan praktik distribusi pupuk yang menyimpang.
Ketua Paguyuban Kios, Mashuri, mengadukan persoalan ini kepada anggota DPRD Jember Komisi B dari fraksi Nasdem. Ia menyebut polemik kios pupuk bukan persoalan baru, melainkan konflik yang sudah berlarut hampir satu tahun dan menimbulkan tekanan serius di tingkat kelompok tani dan kios resmi.

Masalah bermula ketika muncul keinginan sebagian pihak mendirikan kios pupuk baru dengan mengatasnamakan Gapoktan. Namun dalam praktiknya, pengajuan dilakukan oleh perorangan berbentuk UD, bukan koperasi Gapoktan sebagaimana semestinya. Persyaratan pendirian kios dinilai tidak lengkap, tetapi tetap dipaksakan berjalan.
“Nama Gapoktan dipakai, tapi ujungnya kepentingan pribadi,” kata Mashuri.
Ia mengaku mengalami intimidasi, fitnah, dan tekanan, baik secara personal maupun kelembagaan. Tekanan itu, menurutnya, datang dari berbagai arah, oknum Gapoktan, distributor, hingga forum-forum pertemuan rutin. Bahkan, muncul ancaman terang-terangan bahwa jika RDKK tidak ditandatangani, pupuk tidak akan disalurkan.
Tak berhenti di situ, Mashuri juga mendengar narasi bahwa kasus ini akan dijadikan pilot project untuk memunculkan kios-kios pupuk baru di wilayah lain. Sebuah skema yang ia nilai berbahaya jika dibiarkan tanpa kontrol dan transparansi.
Mashuri menegaskan dirinya tidak menolak pendirian kios baru, selama prosedur dipenuhi dan proses dilakukan secara terbuka. Ia menyayangkan ajakan musyawarah di kantor desa yang melibatkan kelompok tani, PPL, kios, dan pemerintah desa justru ditolak oleh pihak-pihak yang mendorong kios baru tersebut.
“Yang kami minta sederhana, tidak ada ancaman, tidak ada intimidasi. Semua pihak punya tanggung jawab yang sama menjaga kelancaran program pemerintah dan ketahanan pangan,” ujarnya.
Pengaduan itu mendapat respons serius dari Fatoni, anggota Komisi B DPRD Jember . Ia mengaku sebelumnya telah menerima laporan dari Guyuban Kios Kecamatan Jombang, terkait rencana penandatanganan SPJP (Surat Perjanjian Jual Beli) baru untuk pendirian kios pupuk (pendirian Gapoktan).
Awalnya, rencana tersebut diklaim sebagai hasil rapat 15 ketua kelompok tani di Desa Jombang. Namun setelah Fatoni menurunkan Satgas Mafia Pupuk untuk klarifikasi, fakta di lapangan berbicara lain.
“Tidak semua ketua kelompok tani ternyata hadir. Sementara tanda tangannya dikumpulkan di lokasi berbeda, meski dikonstruksikan seolah-olah melalui rapat resmi. Surat yang beredar pun mencantumkan nama Gapoktan Dewi Sri.” ujarnya.
Fatoni menilai distribusi pupuk di Kecamatan Jombang sudah berjalan normal dan sesuai HET, sehingga tidak ada urgensi pendirian kios baru.
Kecurigaan kian menguat, ketika terungkap bahwa kios yang mengatasnamakan Gapoktan itu didanai empat orang perseorangan, di antaranya Suliono, H.Rofiq, Sudarmaji dan Sudirman.
“Kalau ini perseorangan, wajib hukumnya distributor menolak,” tegas Fatoni.
Fatoni menilai praktik tersebut jelas merugikan petani dan mencederai sistem pupuk bersubsidi. Ia menduga distributor dan Pupuk Indonesia belum mengetahui fakta sebenarnya.
Karena itu, ia berencana menghubungi distributor Mitra Tani Lestari dan manajemen Pupuk Indonesia, termasuk di Surabaya, untuk meminta penolakan pendirian kios baru yang mengatasnamakan Gapoktan namun berujung kepentingan pribadi.
Di akhir, Fatoni juga menyinggung adanya dugaan intimidasi dalam pengumpulan tanda tangan, dan menegaskan hal itu harus ikut didalami agar persoalan kios pupuk tidak terus menjadi alat tekanan, sementara petani kembali menjadi korban.
Tags : #Kios Pupuk #Pupuk Bersubsidi #Mafia Pupuk #Gapoktan #DPRD Jember #Komisi B DPRD #Petani Jember #Distribusi Pupuk #Penyalahgunaan Wewenang #Intimidasi Petani.( Nono).





















