Blitar , Surya indonesia.net – Feriadi (32), warga Kabupaten Blitar, Jawa Timur hampir 3 bulan menunggu keadilan yang tak kunjung ia dapatkan setelah jadi korban salah tangkap dan aksi kekerasan oleh 4 anggota Polres Blitar.
Pada Kamis (21/8/2025) malam lalu, Feriadi ditangkap oleh 4 anggota unit opsnal Satreskrim Polres Blitar di rumahnya Desa Mandesan, Kecamatan Selopuro, Kabupaten Blitar, atas tuduhan sebagai pelaku pemerkosaan terhadap seorang wanita paruh baya yang merupakan tetangga dekatnya.
Kepada penasihat hukumnya, Haryono, Feriadi mengaku dibawa ke Mapolres Blitar menggunakan mobil dalam kondisi tangan diborgol dan mendapatkan kekerasan fisik selama dalam perjalanan.
“Klien kami melaporkan 4 anggota unit opsnal Satreskrim Polres Blitar atas dugaan penangkapan tanpa disertai surat penangkapan dan juga tindak kekerasan fisik dan verbal selama proses pemeriksaan,” ujar Haryono.
Empat anggota polisi yang dilaporkan, kata Haryono, adalah F, K, A, dan A.
Kata Haryono, Satreskrim Polres Blitar menangkap Feriadi hanya atas dasar pengakuan dari wanita yang diduga menjadi korban perkosaan.
“Padahal baru mendapatkan alat bukti pengakuan terduga korban tapi polisi sudah mengambil langkah sejauh itu terhadap klien saya,” ujarnya.
Dalam interogasi di Mapolres Blitar, kata Haryono, Feriadi mengaku dipaksa untuk mengaku sebagai pelaku tindak pidana pemerkosaan terhadap tetatangganya tersebut, dengan ancaman akan dipatahkan tulang-tulangnya jika tidak mengakuinya.
Feriadi bahkan sempat ditelanjangi dan difoto, lalu diminta mengenakan pakaian tahanan.
“Tapi klien saya tetap tidak bersedia mengaku karena memang tidak melakukan perkosaan yang dituduhkan itu,” ujarnya.
Keesokan harinya, lanjut Haryono, Feriadi dibawa ke rumah wanita tetangganya yang mengaku menjadi korban pemerkosaan untuk olah tempat kejadian perkara (TKP).
Selama olah TKP, kata dia, penyidik meminta keterangan 4 orang saksi yang semuanya memberikan kesaksian bahwa Feriadi tidak keluar rumah sejak Rabu (20/8/2025) sore hingga Kamis (21/8/2025) pagi.
“Peristiwa pemerkosaan itu, menurut polisi, terjadi pada Kamis dini hari,” ungkapnya.
Setelah gelar perkara dan pengambilan sampel darah, Feriadi dilepaskan, tepatnya pada Jumat (22/8/2025).
Tuntut sanksi disiplin
Merasa mendapatkan perlakuan yang semena-mena, kata Haryono, lima hari kemudian pada Rabu (27/8/2025), Feriadi mengadukan 4 anggota unit opsnal Satreskrim tersebut ke Propam dan Seksi Pengawasan Polres Blitar.
“Kami menuntut ada sanksi disiplin atau kode etik kepada oknum yang terbukti bersalah,” ujar Haryono.
Setelah lebih dari dua bulan pengaduan itu disampaikan, kata Haryono, Feriadi belum mendapatkan kejelasan proses pemeriksaan di internal Polres Blitar terhadap 4 anggota polisi tersebut.
Feriadi baru menerima surat pemberitahuan tertanggal 8 September 2025 dari Seksi Pengawasan bahwa aduan telah dilimpahkan ke Seksi Propam Polres Blitar.
Disusul surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP) dari Seksi Propam tertangal 21 Oktober 2025 tentang selesainya proses penyelidikan atas kasus yang diadukan Feri dan melimpahkan kembali ke Seksi Pengawasan Polres Blitar.
“Penanganannya sangat lambat dan terkesan ditutup-tutupi. Kami sudah meminta hasil tes DNA dan visum klien kami sampai sekarang belum direspon,” kata Hariyono.
Menurut Haryono, Feriadi tidak hanya menanggung beban akibat kekerasan fisik dan verbal tapi juga beban psikis yang berat atas tuduhan melakukan pemerkosaan terhadap tetangganya sendiri.
Dalam pernyataan tertulisnya kepada awak media, Selasa siang, Kapolres Blitar AKBP Arif Fazlurrahman mengatakan bahwa pihaknya berkomitmen menegakkan disiplin dan profesionalisme terkait pengaduan Feriadi tentang dugaan pelanggaran prosedur dan penangkapan tidak sah oleh anggota Unit Opsnal Satreskrim.
“Kami menegaskan bahwa setiap anggota yang terbukti melakukan pelanggaran disiplin maupun prosedur akan ditindak sesuai aturan yang berlaku,” kata dia.
( red )


















