Badung , Surya Indonesia.net – (6/11/2024) Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar kembali menunjukkan ketegasan dalam penegakan hukum keimigrasian. Seorang warga negara Belgia berinisial RFM (23) dideportasi ke negaranya, Belgia akibat melanggar pasal 78 ayat (2) UU No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Kejadian ini bermula pada Jumat, 4 Oktober 2024, pukul 02.00 WITA di area Keberangkatan Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Saat itu, RFM, yang hendak berangkat meninggalkan wilayah Indonesia, diperiksa petugas konter imigrasi yang mencurigai bahwa bukti perpanjangan izin tinggal kunjungan yang diserahkan palsu. Berdasarkan izin tinggal yang sah, masa berlaku izin tinggal RFM seharusnya berakhir pada 11 Agustus 2024. Namun, dokumen yang ia lampirkan menunjukkan tanggal kedaluwarsa hingga 11 Oktober 2024. Atas temuan tersebut, petugas di TPI memutuskan untuk menunda keberangkatan RFM.
RFM, seorang diri datang ke Indonesia pada Juni 2024 melalui Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali menggunakan Visa On Arrival (VOA) yang berlaku untuk 30 hari. Ia datang dengan tujuan mengeksplorasi Bali dan berlibur.
Namun, rencana RFM untuk bersenang-senang di Bali tampaknya tidak berjalan mulus, pasalnya ia mengalami permasalahan terkait izin tinggalnya. Awalnya ia menyadari bahwa izin tinggalnya berakhir pada 11 Juli 2024, ia pun tak sengaja bertemu dan berbincang dengan seorang pria berinisial P di penginapan dimana ia tinggal yakni di daerah Legian, yang akhirnya pria tersebut mengantarkan RFM ke suatu tempat seperti kantor agensi yang berlokasi di Seminyak yang diklaim dapat membantu soal urusan izin tinggal. Tampak tak ada yang mencurigakan dan tanpa memeriksa keabsahan kantor agensi tersebut, RFM pun berdiskusi tentang kebutuhannya perihal perpanjangan izin tinggal dan disepakati agensi tersebut menyanggupi permintaan RFM untuk melakukan perpanjangan izin tinggalnya selama 3 bulan dengan biaya jasa Rp. 6.300.000,- yang telah dibayarkan oleh RFM. Setelah beberapa hari, P mengantar secarik kertas yang diklaim adalah perpanjangan izin tinggal RFM. Bak nasi telah menjadi bubur, RFM belakangan menyadari bahwa ia mengalami penipuan, proses perpanjangan izin tinggal yang ia lakukan di agensi tersebut tidaklah sesuai dengan harapannya.
Dalam sebuah wawancara pemeriksaan oleh Kantor Imigrasi Kelas I TPI Khusus Ngurah Rai, RFM mengakui tak pernah datang ke kantor imigrasi untuk mencari informasi perihal izin tinggal. Ke-acuhannya tersebut membuatnya bersalah karena pada kenyataanya ia telah melampaui izin tinggal selama 55 hari. RFM dinyatakan melanggar UU No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Dalam Pasal 78 ayat (2) menyatakan “Orang Asing yang tidak membayar biaya beban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai Tindakan Administratif Keimigrasian berupa Deportasi dan Penangkalan”.
Karena proses deportasi tidak dapat dilakukan segera, RFM dipindahkan ke Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar pada 11 Oktober 2024 sambil menunggu proses pendeportasiannya. Setelah menjalani pendetensian selama 25 hari dan segala upaya dikerahkan, akhirnya RFM dideportasi melalui bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai pada 6 November 2024 dengan tujuan akhir Brussels dengan pengawalan ketat oleh petugas Rudenim Denpasar, untuk memastikan proses pemulangannya berjalan lancar tanpa kendala.
Kepala Rudenim Denpasar, Gede Dudy Duwita, menekankan pentingnya tindakan tegas terhadap pelanggaran keimigrasian seperti ini. “Kami tidak akan berkompromi dengan pelanggaran izin tinggal oleh warga negara asing. Penegakan aturan keimigrasian adalah prioritas untuk menjaga ketertiban dan keamanan, khususnya di Bali sebagai daerah wisata internasional,” tegas Dudy.
Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Bali, Pramella Yunidar Pasaribu, menyampaikan komitmen institusinya untuk terus meningkatkan pengawasan terhadap warga negara asing di wilayah Bali. “Pengawasan yang ketat dan tindakan tegas akan terus dilakukan. Kami tidak hanya melindungi kepentingan warga lokal, tetapi juga memastikan agar lingkungan Bali tetap aman dan tertib bagi wisatawan asing yang mematuhi aturan,” ujar Pramella.
“Sesuai Pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, penangkalan dapat dilakukan paling lama enam bulan dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama enam bulan dan selain itu penangkalan seumur hidup juga dapat dikenakan terhadap Orang Asing yang dianggap dapat mengganggu keamanan dan ketertiban umum. Namun demikian keputusan penangkalan lebih lanjut akan diputuskan Direktorat Jenderal Imigrasi dengan melihat dan mempertimbangkan seluruh kasusnya” tutup Dudy.
( Ags )