Breaking News

S  A  R  T  R  E

Sabtu, 1 November 2025 - 15:03 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Filsafat, Esensialism:

S  A  R  T  R  E
Oleh Djoko Sukmono

Saya adalah kebebasan saya
Saya menciptakan diri saya sendiri
Saya adalah pengalaman saya sendiri
Saya mengalami berbagai peristiwa yang menggores di dalam kehidupan saya sendiri
Saya bertanggung jawab terhadap hidup saya sendiri

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Tanggung jawab ini tidak saya serahkan kepada entitas lain

Saya terlempar ke-Dunia ini dalam bentuk yang tidak saya kehendaki

Saya ada dan menjadi apapun dan siapapun adalah untuk Men-Dunia

Jean-Paul Sartre adalah filsuf eksistensialis Prancis yang berpikir bahwa eksistensi mendahului esensi. Maksudnya, manusia tidak memiliki hakikat bawaan yang menentukan siapa dirinya sejak awal.

Manusia pertama-tama ada, lalu melalui tindakan-tindakannya sendiri ia menentukan siapa dirinya. Tidak ada Tuhan, kodrat, atau sistem metafisik yang lebih tinggi yang memberi makna pada keberadaan manusia.

Maka, manusia adalah makhluk yang sepenuhnya bebas, dan kebebasan ini menjadi dasar sekaligus beban keberadaannya.

Karena tidak ada esensi atau tatanan rasional yang mendahului manusia, Sartre menolak pandangan idealis seperti Hegel yang menganggap bahwa setiap kontradiksi akan disatukan dalam suatu totalitas rasional.

Bagi Sartre, dunia tidak memiliki makna pada dirinya sendiri. Makna hanya muncul ketika manusia memproyeksikan dirinya ke masa depan melalui pilihan dan tindakan.

Namun, kebebasan itu tidak membawa ketenangan. Ia justru menimbulkan kecemasan eksistensial (angoisse), karena manusia selalu sadar bahwa tidak ada landasan di luar dirinya yang dapat membenarkan pilihannya.

Dalam setiap keputusan, manusia sepenuhnya bertanggung jawab—tidak hanya bagi dirinya, tetapi bagi seluruh umat manusia, karena dengan memilih, ia juga menunjukkan nilai yang seolah-olah universal.

Sartre juga membedakan antara dua bentuk keberadaan:

Être-en-soi (being-in-itself) — keberadaan benda-benda, tertutup, tetap, tanpa kesadaran.

Être-pour-soi (being-for-itself) — keberadaan manusia, yang sadar akan dirinya, tidak pernah selesai, selalu berada dalam proses menjadi.

Dari kesadaran inilah muncul ketiadaan (néant): kemampuan manusia untuk meniadakan, menolak, dan membayangkan sesuatu yang belum ada.

Ketiadaan ini yang membuat manusia bebas. Tetapi kebebasan ini juga membuat manusia hidup dalam keterputusan, tanpa jaminan apa pun.

Dari sini, Sartre menyimpulkan bahwa “manusia dikutuk untuk bebas”. Ia tidak bisa tidak memilih. Bahkan ketika ia menolak untuk memilih, ia tetap memilih untuk tidak memilih.

Dan ketika ia menyalahkan Tuhan, masyarakat, atau kodrat atas hidupnya, ia sedang melakukan apa yang disebut Sartre sebagai bad faith (mauvaise foi)—penipuan diri untuk melarikan diri dari tanggungjawab kebebasan.

Tujuan akhir filsafat Sartre bukanlah menemukan makna universal seperti dalam Hegel, tetapi menegaskan keberanian manusia untuk menciptakan makna di dunia yang absurd dan tanpa dasar.

Manusia, kata Sartre, adalah proyek yang harus diciptakan terus-menerus. Tidak ada “Roh Absolut,” hanya kesadaran yang terbuka kebebasan sebagai ketiadaan (Néant)

Bagi Sartre, kesadaran bukanlah sesuatu yang ada seperti benda. Ia justru adalah ruang kosong, sebuah ketiadaan di tengah keberadaan.

Inilah makna terdalam dari néant: kesadaran adalah daya meniadakan, kemampuan untuk mengambil jarak dari apa yang ada.

Ketika aku sadar bahwa “aku lapar,” aku tidak sekadar menjadi rasa lapar itu sendiri. Aku sudah menempatkan rasa lapar sebagai sesuatu yang terpisah dariku — aku meniadakan identitas langsung dengan keadaan itu.

Dalam tindakan kesadaran itu, aku membuka ruang bagi kemungkinan: aku bisa makan, bisa menunda makan, atau bahkan memutuskan berpuasa. Kesadaran, karena itu, adalah negasi dari yang ada, dan justru melalui negasi inilah manusia bebas.

Kebebasan Sartre tidak datang dari kehendak, tetapi dari struktur ontologis kesadaran itu sendiri. Ia bebas bukan karena bisa memilih apa pun, tetapi karena ia tidak identik dengan dirinya sendiri.

Manusia tidak pernah “adalah” dirinya; ia selalu “sedang menjadi”. Ia tidak memiliki hakikat yang tetap seperti benda (être-en-soi).

Dalam Being and Nothingness, Sartre menggambarkan momen sederhana yang mengungkapkan kedalaman ini: seseorang datang ke kafe untuk bertemu temannya bernama Pierre, tetapi Pierre tidak ada.

Dalam sekejap, seluruh kafe penuh orang tetapi yang tampak justru ketiadaan Pierre. Kesadaran menyingkap “yang tidak ada” di dalam “yang ada”.

Dari situlah Sartre menyimpulkan: kesadaran bukanlah bagian dari dunia, tetapi celah di dalamnya. Dunia penuh, padat, sedangkan kesadaran adalah lubang di tengah kepenuhan itu—dan lubang itulah kebebasan.

Namun, kebebasan ini bukan berkah yang menenangkan. Ia adalah kutukan ontologis. Manusia “dikutuk untuk bebas” karena tidak ada apa pun—Tuhan, esensi, moralitas objektif—yang bisa membatasi atau membenarkan pilihannya.

Dalam ketiadaan makna yang mendahului, manusia sendiri harus menjadi sumber makna. Tetapi setiap makna yang ia ciptakan selalu rapuh, karena ia sadar bahwa ia sendiri yang menaruhnya di sana.

Inilah akar dari kecemasan eksistensial (angoisse): bukan ketakutan terhadap sesuatu di luar, tetapi kesadaran akan tanggung jawab total atas segala sesuatu yang ada.

Bagi Sartre, bahkan cinta, moralitas, dan komitmen politik hanyalah proyek-proyek kebebasan. Mereka tidak mendapatkan legitimasi dari luar, hanya dari keputusan yang dilakukan manusia.

Karena itu, dunia Sartre bukan dunia yang memiliki struktur dialektis seperti Hegel; ia dunia yang terbuka dan tanpa totalitas.

Tidak ada sintesis terakhir, tidak ada Roh Absolut, hanya keberadaan manusia yang terus menegasikan, membentuk, dan mengkhianati dirinya sendiri dalam usaha tak berkesudahan untuk menjadi sesuatu yang ia tahu tidak akan pernah tetap.

Kebebasan Sartre, dengan demikian, bukan tentang kemampuan untuk “melakukan apa pun”, melainkan tentang ketiadaan yang memungkinkan segala tindakan memiliki arti.

Manusia adalah makhluk yang keberadaannya adalah lubang dalam keberadaan. Ia tidak berakar pada Tuhan, alam, atau kodrat, tetapi pada kekosongan yang menyadari dirinya sendiri dan berjuang dalam kebebasan tanpa akhir.

Kemudian dengan Keberadaanku ini aku tetap menjalankan sejarah hidup saya meskipun arah itu tanpa arah

Saya telah membakar seluruh konstruksi dan struktur yang membebani perjalanan eksistensial saya

Saya berjalan tidak dengan pancang-pancang kebenaran dan kebaikan melainkan dengan kebebasan saya, pengalaman saya
Dan dengan tanggungjawab saya sendiri

Ketika manusia berhadapan dengan Dunia maka manusia adalah dimensi yang multi kompleks
Dan hal itu adalah esensi yang hanya bisa saya mengerti
Dan tidak ada keharusan untuk mempercayainya

Saya adalah eksistensi yang otentik. ***)

Posted: suryaindonesia.net
Surabaya, 1 November 2025

Sumber:
https://share.google/aimode/UMOKTbVQgMz5iUuP4

Jean-Paul Sartre | Biography, Ideas, Existentialism, Being and Nothingness, & Facts | Britannica https://share.google/OsQkfW3TN7AkCGtc7

Jean-Paul Sartre adalah seorang filsuf, penulis, novelis, dan dramawan Prancis terkemuka, yang dikenal sebagai tokoh sentral dalam aliran eksistensialisme dan fenomenologi di abad ke-20.

Berita Terkait

Kasdam IX/Udayana Buka Persami KKRI Gelombang III: Bentuk Generasi Muda Tangguh dan Cinta Tanah Air
Polsek Kuta Selatan Gelar “Sabtu Peduli” Bantu Warga Kurang Mampu
Wujudkan Tertib Administrasi, Bhabinkamtibmas Dampingi Pendataan Penduduk Non-Permanen di Banjar Laplap Tengah
Polsek Denpasar Selatan Gelar Patroli KRYG Cooling sistem antisipasi Balapan Liar yang meresahkan Masyarakat
Polantas Menyapa, Hadir Melayani Masyarakat Di Satpas Polresta Denpasar
Pemuda PUI Apresiasi Keberhasilan Polri Berantas Narkoba: Siap Bersinergi Jaga Generasi Bangsa
Ketua Umum DPP GRANAT Apresiasi Keberhasilan Polri Ungkap dan Musnahkan Barang Bukti Narkoba
Polres Malang Kota Bagikan Ribuan Helm Kepada Pengemudi Ojol

Berita Terkait

Sabtu, 1 November 2025 - 20:41 WIB

Kasdam IX/Udayana Buka Persami KKRI Gelombang III: Bentuk Generasi Muda Tangguh dan Cinta Tanah Air

Sabtu, 1 November 2025 - 20:39 WIB

Polsek Kuta Selatan Gelar “Sabtu Peduli” Bantu Warga Kurang Mampu

Sabtu, 1 November 2025 - 20:37 WIB

Wujudkan Tertib Administrasi, Bhabinkamtibmas Dampingi Pendataan Penduduk Non-Permanen di Banjar Laplap Tengah

Sabtu, 1 November 2025 - 20:34 WIB

Polsek Denpasar Selatan Gelar Patroli KRYG Cooling sistem antisipasi Balapan Liar yang meresahkan Masyarakat

Sabtu, 1 November 2025 - 20:31 WIB

Polantas Menyapa, Hadir Melayani Masyarakat Di Satpas Polresta Denpasar

Sabtu, 1 November 2025 - 20:24 WIB

Ketua Umum DPP GRANAT Apresiasi Keberhasilan Polri Ungkap dan Musnahkan Barang Bukti Narkoba

Sabtu, 1 November 2025 - 20:22 WIB

Polres Malang Kota Bagikan Ribuan Helm Kepada Pengemudi Ojol

Sabtu, 1 November 2025 - 20:20 WIB

Harga Beras Diatas HET, Polda Bali Tegur Pelaku Usaha di Denpasar

Berita Terbaru