Puisi Esai Sambut Sumpah Pemuda
NASIONALISME DI ERA AI
Oleh Denny JA
(Di era AI, banyak generasi muda bertanya: masihkah “tanah air” punya koordinat,
atau ia kini hanya getaran di dalam ponsel? (1)
-000-
Ia menatap layar ponsel seperti menatap cermin nasib:
wajahnya terbelah menjadi daging dan data.
Di balik retina, ada riwayat leluhur,
di balik algoritma, ada bayangan bangsa yang nyaris lupa diri.
Negara bukan lagi gunung dan sungai di peta,
melainkan denyut cahaya di sirkuit silikon.
Batas-batasnya mengalir seperti arus listrik,
larut dalam kabut piksel dan doa yang tak selesai diketik.
Namun di antara notifikasi yang bersaing dengan doa,
tiba-tiba terdengar gema jauh dari tahun 1928.
Itu suara anak muda yang menolak dijajah waktu.
Mereka menyusun sumpah dengan pena dan peluh.
Sementara generasi kini menyusunnya dengan login dan password.
Di Sumatra, di Jawa, di ujung sulawesi,
lembut sekali suara itu menyelinap:
satu tanah air, satu bangsa, satu bahasa.
Itu tak terhapus oleh sinyal,
tak terputus oleh jaringan.
Kini, dunia digital menjadi laut tanpa pantai,
setiap pikiran berlayar tanpa kompas kebangsaan.
Kata “Indonesia” sering terselip di antara iklan dan hashtag.
Namun ia masih berdenyut, samar tapi teguh,
seperti nadi yang terus berdetak di bawah kulit algoritma.
Dunia virtual menukar aksara dengan emoji.
tetapi bahasa nasional tak ikut kehilangan maknanya;
ia menjelma nyala,
tersembunyi di setiap kata yang kita kirim tanpa sadar:
salam, terima kasih, doa ibu di ruang sunyi.
Tanah air bukan sekadar peta.
ia aroma hujan pertama di tanah yang dikenang.
Ia warna kulit di bawah cahaya senja.
Ia memori yang menolak dihapus dari cloud.
Identitas bukan dokumen digital,
melainkan bayangan yang menolak dikelabui layar:
sebuah kesetiaan yang tidak perlu ditandatangani,
karena ia sudah ditulis di darah yang mengalir.
Dan ketika dunia terasa seperti mimpi dengan kode sumber,
ia pun menunduk:
mencium bumi yang sudah lama menjadi sinyal.
Dalam diamnya, ia berbisik:
Indonesia bukan tempat,
melainkan kesadaran yang menolak log out.
Di antara denting data dan deru mesin,
ia merasakan sesuatu yang lebih tua dari algoritma:
denyut tanah, wangi sungai,
dan nyala kecil yang tak pernah padam,
di dada seorang anak muda, yang masih percaya
bahwa cinta tanah air tak bisa diunduh:
hanya bisa diwariskan. ***)
Posted: suryaindonesia.net
Jakarta 28 Oktober 2025
Catatan
(1) Welcome to the Era of AI Nationalism – The Economist, 2024.
-000-
Berbagai puisi esai dan ratusan esai Denny JA soal filsafat hidup, political economy, sastra, agama dan spiritualitas, politik demokrasi, sejarah, positive psychology, catatan perjalanan, review buku, film dan lagu, bisa dilihat di FaceBook Denny JA’s World
https://www.facebook.com/share/p/1CRQJUoBwk/?mibextid=wwXIfr
















