Makassar , Surya indonesia.net – Unjuk rasa menolak upaya pemindahan empat tahanan politik Papua dari Kota Sorong, Papua Barat Daya, ke Makassar, Sulsel, Rabu (27/08), berlangsung ricuh. Sekelompok orang melampiaskan kemarahannya dengan menyerang kantor pemerintah setelah otoritas terkait berkukuh memindahkan empat tapol tersebut.
Sampai sekitar pukul 13.15 WIB (atau sekitar pukul 15.15 WIT), aparat polisi terus berusaha menghalau pengunjuk rasa.
Masih ada bentrokan antara dua pihak tersebut, kata wartawan yang berada di lokasi kejadian.
“Ada bentrokan [pendemo dan polisi], dan ada [pengunjuk rasa] diamankan polisi,” kata wartawan di Kota Sorong, Safwan Ashari, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Rabu (27/08).
Di beberapa sudut Kota Sorong, polisi berusaha membubarkan aksi dengan menembakkan gas air mata. Massa kemudian membalasnya dengan lemparan batu.
Akibat bentrokan itu dilaporkan setidaknya satu orang warga sipil terluka, seperti diungkapkan kelompok pengunjuk rasa.
Solidaritas Rakyat Papua Pro Demokrasi se-Sorong Raya, yang menggelar unjuk rasa, mengklaim ada satu korban warga sipil yang terluka akibat ditembak polisi.
Mereka memperlihatkan video korban yang terluka dibawa naik ambulans.
Belum diketahui penyebabnya, namun wartawan Safwan Ashari yang berada di lokasi kejadian menyebut “ada beberapa warga sipil yang jadi korban kena tembak.”
BBC News Indonesia belum dapat memverifikasi klaim ini. Sejauh ini belum ada keterangan polisi atas informasi ini.
Unjuk rasa tersebut awalnya digelar di depan Mapolresta Sorong Kota sejak Selasa (26/08) malam hingga Rabu (27/08) pagi, sekitar pukul 05.00 WIT.
“Awalnya tidak ricuh,” kata Tabam Mros, salah-seorang pengunjuk rasa dari Solidaritas Rakyat Papua Pro Demokrasi se-Sorong Raya, melalui sambungan telepon, Rabu (27/08).
Mereka menggelar unjuk rasa di depan Mapolresta Sorong Kota sejak Selasa (26/08), karena empat tahanan politik (tapol) Papua ditahan di sana.
Empat orang tapol itu adalah Abraham Goram Gaman, Maksi Sangkek, Piter Robaha, dan Nikson Mai.
Mereka ditangkap aparat hukum Indonesia pada April 2025 terkait kasus Negara Federal Republik Papua Barat atau NFRPB.
Para pengunjuk rasa menuntut agar mereka tidak dipindahkan ke Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Rencananya mereka akan diadili di kota tersebut karena alasan tertentu.
Tetapi langkah ini sejak awal ditolak keluarga dan para pendukungnya.
“Proses pemindahan itu cacat prosedur,” kata Tabam Pros kepada BBC News Indonesia, Rabu (27/08) siang.
( tim )