Membongkar cara kerja Mafia Migas ( gas elpiji 3 kg ) yang di oplos

Membongkar cara kerja Mafia Migas ( gas elpiji 3 kg ) yang di oplos

Kriminal67 Dilihat

Bali , Surya indonesia.net – Status saya soal mafia gas elpiji mendapat respons. Hari ini dua orang relawan bersedia bercerita mengenai seluk beluk mafia gas elpiji 3 kg kepada saya. Keduanya masih bekerja di sektor yang sama. Bahkan seorang diantaranya siang ini mengajak saya mengintip langsung ke lokasi pengoplosan. Saya bisa menyaksikan langsung lalu lalang di sana. Setidaknya saat gas 50 kg ke luar dan es balok satu pickup yang masuk ke gudang pengoplosan (ada foto dan video yang sengaja saya belum unggah).

Dari cerita dua sumber ini, di Bali ada lima lokasi pemgoplosan besar yakni di Gianyar, Badung (2 lokasi), Tabanan dan Jembrana. Menurutnya, pola mafia dimulai dari SPBE.
Seharusnya alur distribusi gas LPG 3 kg bermula dari PT Pertamina yang mengirimkan gas ke Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPBE) untuk diisi ke tabung, lalu disalurkan ke agen, kemudian ke pangkalan resmi (sub-pangkalan), dan akhirnya langsung ke konsumen akhir.
Namun dari 9 SPBE di Bali patut diduga terjadi praktek kotor di SPBE. SPBE, kata sumber saya, menjual 5000-6000 tabung jatah publik ke sebuah PT dengan harga Rp 16.000 per tabung. PT resmi ini membawa tabung 3 kg itu ke lokasi pengoplosan. Diopolos ke 12 dan 50 kg.

Jika dari 9 SPBE itu anggap saja 5 yang nakal, berarti ada 25.000 tabung 3 tak beredar di masyarakat karena diplos per harinya. Lalu mafia berapa untung? Harga dasar Rp 16 ribu dikali 4 tabung = Rp 64.000. Tabung 13 kg resmi di pasaran harga Rp 205 ribu, namun pemgoplos menjualnya Rp 170 ribu. Tabung 50 kg resmi Rp 880 ribu dijual Rp 705 ribu.
Jika di Bali ada 25 ribu tabung yang dioplos maka mafia menikmati cuan Rp 170 ribu -64 ribu = Rp 106 ribu x 25 ribu = Rp 2.65 milyar per hari! (Sumber mengatakan bahwa angka yang dioplos jauh lebih besar dari 25 ribu tabung, makanya langka).

Atas fakta ini saya menelpon dua pejabat. Keduanya langsung ketakutan tatkala saya mengajak diskusi solusi kasus ini terutama rencana penggerebekan. Saya memahami ketakutan dua pejabat itu, karena banyak oknum aparat yang jadi beking oplosan ini (statemen ini terjelaskan kenapa harus Mabes Polri menggerebek ke Bali bukan Polda atau Polres).

Saat saya menelpon Nyoman Parta, saya baru siang ini tahu Parta tak lagi di Komisi VI yang mengawal urusan migas. Ia digantikan IGN Alit Kelakan. Jangan-jangan fakta tak di komisi migas ini karena gencar menyoal mafia ini.

Saya sedikitpun tak ada rasa gentar. Saya bisa membayangkan jeritan warga Nusa Penida yang selain langka juga hargnya tembus Rp 40 ribu per tabung. Juga terjadi Gerokgak Buleleng. Mafia kayak begini yang harusnya dikutuk. Selanjutnya? Saya sedang merumuskan langkah berikutnya dengan cermat. Target saya tiga hari ke depan distribusi gas elpiji 3 kg HARUS NORMAL! Tunggu saja gebrakan berikutnya..

( red )