Suryaimdonesia.net
BITUNG — Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Bitung menegaskan bahwa tindakan penertiban pedagang kaki lima (PKL) di kawasan larangan dilakukan sesuai mandat undang-undang, tanpa melibatkan pihak lain dalam pelaksanaan penindakannya.
Menurut Satpol PP, langkah persuasif melalui sosialisasi, imbauan, dan pemberitahuan langsung di lapangan tetap menjadi tahap awal yang harus ditempuh. Namun pelanggaran yang dilakukan berulang dapat ditindak menggunakan kewenangan penyidikan sipil (PPNS) bila pedagang menolak mematuhi aturan.

Yayasan Cinta Masyarakat Indonesia (YCMI) dalam keterangannya menilai bahwa aktivitas berjualan di bahu jalan maupun zona larangan PKL tidak hanya mengganggu ketertiban umum, tetapi juga berpotensi menimbulkan kecelakaan lalu lintas. Pelanggaran yang terus terjadi, menurut YCMI, membuat Satpol PP perlu menjalankan mekanisme hukum sebagai bagian dari penataan ruang publik.
Penegasan ini sejalan dengan rekomendasi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPRD Kota Bitung, yang meminta pemerintah tidak ragu menegakkan aturan di kawasan bebas PKL agar kebijakan penataan kota berjalan konsisten. DPRD juga menekankan bahwa penataan bukan bertujuan mematikan usaha, tetapi memberi kepastian lokasi usaha yang legal dan tertib.

Sementara untuk penyediaan tempat usaha bagi PKL yang terdampak penertiban, Satpol PP menyampaikan bahwa proses penataan dilakukan bekerja sama dengan Perumda Pasar sebagai institusi yang bertanggung jawab dalam menyediakan lokasi berjualan resmi. Dalam mekanismenya, Satpol PP hanya memastikan pelanggaran tidak terjadi lagi di zona larangan.
Pemerintah Kota Bitung berharap semua pihak dapat mendukung penataan ruang publik, sehingga aktivitas perdagangan tidak menimbulkan masalah baru di jalan umum. Penegakan aturan dinilai penting agar perdagangan tetap berjalan, tetapi berada pada tempat yang diperuntukkan secara legal. (SM)





















