Surabaya, suryaindonesia.net,— Penolakan relokasi Rumah Potong Hewan (RPH) Pegirian terus bergulir. Para jagal, tokoh masyarakat, dan warga Pegirian kompak menyuarakan penolakan keras atas rencana pemindahan operasional RPH. Mereka menegaskan tidak bersedia dipindahkan ke lokasi lain.
Sebagai bentuk langkah serius, para jagal menunjuk kuasa hukum Nor Cholis S.H. M.H. dan Dr. Amatus Sudin S.H. M.H. Persoalan relokasi ini bahkan dibawa ke DPRD Kota Surabaya melalui permohonan audiensi bersama Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, yang dijadwalkan Komisi B pada 24 September 2025.
Namun, dalam agenda tersebut, Wali Kota Surabaya tidak hadir. Audiensi hanya dihadiri Direktur Utama PD RPH, Kepala Bagian Hukum dan Kerja Sama, serta Kepala Bagian Perekonomian dan SDA. Ketidakhadiran Wali Kota membuat pertemuan tidak menghasilkan solusi konkret.
Ketua Komisi B, Faridz Afifs, kemudian menjadwalkan rapat ulang dan meminta seluruh pihak hadir langsung di lokasi RPH Surabaya pada 19 November 2025. Namun, Wali Kota kembali tidak hadir, menimbulkan kekecewaan anggota dewan maupun para undangan.
Komisi B DPRD Surabaya: RPH Pegirian Tak Layak Dipindah
Anggota Komisi B DPRD Surabaya, H. Syaiful Bahri, menyampaikan bahwa RPH yang ideal untuk dipindahkan adalah RPH Kedurus, bukan RPH Pegirian.
Menurutnya, RPH Pegirian adalah ikon dan telah lama menjadi pusat aktivitas pemotongan hewan di Kota Surabaya. Ia menegaskan bahwa RPH Tambak Oso Wilangon (TOW) memang lebih modern, tetapi kapasitasnya dinilai tidak optimal.
“RPH TOW itu bangunannya baru, tapi kapasitas kandang dan spesifikasi bangunannya kurang memadai. Banyak bagian yang sudah rusak sebelum digunakan,” ujar Syaiful Bahri, Rabu (19/11).
Ia menambahkan bahwa RPH Kedurus lebih bermasalah dari sisi pengelolaan limbah, sehingga pemindahannya lebih mendesak bila dibandingkan dengan RPH Pegirian.
“Yang di Kedurus itu sering mencemari lingkungan. Kalau RPH Pegirian tidak ada masalah apa pun. Jadi saya mendukung Pegirian tetap di tempat,” tegasnya.
Kuasa Hukum Jagal Kritik Ketidak hadiran Wali Kota
Sementara itu, kuasa hukum para jagal, Nor Cholis SH MH, menyayangkan sikap Wali Kota Surabaya yang dua kali tidak hadir dalam audiensi bersama DPRD dan para jagal.
Menurutnya, seorang pemimpin seharusnya hadir ketika masyarakat membutuhkan kehadirannya, apalagi ketika keputusan menyangkut hajat hidup banyak orang.
“Para jagal berharap Wali Kota hadir. Sikap sombong dan angkuh itu muncul ketika seseorang merasa berkuasa. Padahal pemimpin yang pro rakyat adalah mereka yang mau turun langsung dan bermusyawarah,” ujar Nor Cholis.
Ia menegaskan bahwa kebijakan publik tidak boleh diambil secara sepihak tanpa dialog.
“Keputusan menyangkut kepentingan banyak orang harus dibahas bersama, bukan diambil begitu saja secara adigang adigung,” tambahnya. (Red)





















