Aceh ,Surya indonesia.net – Aceh Barat Daya adalah daerah penghasil kelapa sawit yang sangat produktif. Ribuan keluarga menggantungkan hidup pada kebun sawit, dan daerah ini memiliki potensi besar mengangkat ekonomi masyarakat. Namun potensi itu tidak akan maksimal jika kebijakan daerah justru menciptakan ketergantungan pada satu pintu usaha.
Dukungan lahan sawit rakyat seluas ±12.500 hektare untuk satu Pabrik Kelapa Sawit (PKS) menjadi tanda tanya besar. Kebijakan ini berisiko menimbulkan monopoli terselubung—situasi di mana petani kehilangan daya tawar dan harga TBS menjadi sangat rentan ditentukan sepihak. Padahal dengan luasan lahan sebesar itu, Abdya sebenarnya mampu menampung dua PKS, bahkan lebih.
Di tengah fakta tersebut, kehadiran PKS tambahan bukan hanya peluang bisnis, tetapi kebutuhan strategis yang langsung menyentuh kesejahteraan masyarakat. Persaingan PKS akan mendorong harga TBS lebih stabil dan kompetitif, membuka lapangan kerja, meningkatkan PAD, serta memberikan pilihan yang lebih adil bagi petani. Tidak ada daerah penghasil sawit maju yang bergantung pada satu pabrik saja — apalagi ketika potensi kebun rakyat begitu besar.
Karena itu, LSM KOMPAK menawarkan sejumlah solusi bernas dan realistis. Pertama, pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap dukungan lahan yang diberikan, termasuk mengaudit potensi ketimpangan kebijakan. Kedua, membuka peluang bagi berdirinya PKS baru melalui mekanisme pembagian dukungan lahan yang adil. Ketiga, membentuk tim independen yang mengkaji kebutuhan PKS tambahan secara ilmiah dan objektif. Dan keempat, memperkuat mekanisme harga TBS yang transparan agar petani terlindungi dari permainan harga.
Semua langkah ini bukan untuk mempersulit investasi, tapi justru untuk menciptakan iklim usaha yang seimbang, sebagaimana harapan pemerintah sendiri. Abdya membutuhkan persaingan usaha yang sehat, bukan dominasi sepihak yang menahan laju kesejahteraan masyarakat.
Saatnya Abdya membuka pintu lebih lebar untuk hadirnya PKS tambahan. Saatnya kebijakan daerah berpihak penuh pada petani, bukan pada satu kepentingan. Karena di daerah penghasil sawit yang produktif seperti Abdya, kesejahteraan masyarakat seharusnya lahir dari pilihan—bukan dari ketergantungan. (JAMAR)





















