Lampung Utara – Surya indonesia.net – Dua narapidana (napi) Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIB Kotabumi, Kabupaten Lampung Utara, yang sempat melarikan diri saat ini sedang dirawat. Salah satu napi bernama M. Roni kini masih menjalani perawatan intensif di RS Handayani Kotabumi, sementara satu lainnya, Febran, telah dikembalikan ke Rutan, Sabtu, (11/10/2025).
Sempat beredar kabar bahwa Febran, napi kasus pelecehan seksual, meninggal dunia usai menjalani perawatan di RS Handayani. Namun, pihak rumah sakit membantah informasi tersebut.
“Memang benar ada dua orang napi yang dibawa petugas rutan untuk berobat. Namun, satu di antaranya (Febran) sudah dibawa kembali ke rutan karena hanya mengalami lecet-lecet ringan,” jelas Ayu, Humas RS Handayani, saat ditemui di ruang tunggu pasien.
Sementara itu, Ayu menuturkan kondisi M. Roni masih dalam observasi intensif dan tidak dapat dilihat kecuali oleh petugas rutan dan pihak rumah sakit itu sendiri.
“Sedang diobservasi, Bang. Kalau mau melihat, silakan koordinasi dengan pihak rutan karena tanggung jawab pasien ada di sana,” ujarnya.
Di sisi lain, pihak keluarga Febran sempat dibuat gusar akibat beredarnya kabar meninggalnya sang napi. Ayahnya, Ersan, bahkan mendatangi Rutan Kelas IIB Kotabumi untuk memastikan kondisi anaknya.
“Saat kami masuk, dia (Febran) dalam kondisi terbaring di bat seperti yang ada di rumah sakit dengan tangan diborgol. Namun pas kami datang borgolnya dilepas,” ungkap Ersan, menirukan penuturan anaknya.
Menurut Ersan, Febran mengatakan ada rasa sakit yang diakibatkan terjatuh saat melarikan diri ke area perkebunan warga. Hal tersebut juga dibenarkan oleh petugas yang mendampinginya.
“Dia mengaku sakit di bagian pinggang, kaki, dan kepala belakang,” jelasnya.
Sementara itu, Sudirman, kakak Febran, mengaku ada sejumlah hal tidak mengenakkan yang dialami adiknya selama di dalam rutan.
“Adik saya meminta uang Rp200 ribu kepada saya, dia bilang untuk biaya pindah kamar. Belum lagi sempat disuruh minum air kloset sama tahanan yang lainnya,” tuturnya.
Pihak keluarga berharap kejadian serupa tidak terulang lagi dan meminta agar petugas lebih meningkatkan pengawasan di dalam rutan.
Saat awak media berupaya menghadiri konferensi pers Kepala Rutan, pihak Humas Rutan menyampaikan bahwa kegiatan tersebut dibatalkan dan hanya akan disampaikan melalui rilis resmi dari pihak Rutan.
“Bapak sedang ada Zoom mendadak dengan Kanwil, Bang. Jadi ini ada rilisnya saja,” ujar Dimas Ceasar Peratama, Humas Rutan Kelas II B Kotabumi.
Tokoh adat sekaligus tokoh masyarakat Lampung Utara, A. Akuan Abung, glr. Nadikiyang Pun Minak Yang Abung, turut menanggapi kejadian kaburnya dua napi dan kondisi perlakuan terhadap tahanan tersebut.
Menurutnya, peristiwa ini harus dijadikan bahan evaluasi serius bagi seluruh jajaran Rutan Kelas IIB Kotabumi, baik dari sisi pengamanan maupun kemanusiaan dalam memperlakukan para tahanan.
“Tugas petugas rutan memang berat. Mereka harus menjaga keamanan, tapi juga harus menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Tahanan atau napi itu bukan musuh negara, mereka adalah warga binaan yang masih punya hak untuk diperlakukan dengan manusiawi,” ujar Akuan Abung dengan nada tegas namun menenangkan.
Ia menambahkan, kabar tentang napi yang dirawat dalam keadaan diborgol perlu ditelusuri dengan bijak, bukan untuk menyalahkan sepihak, tetapi sebagai bentuk introspeksi agar sistem pembinaan di rutan lebih baik ke depan.
“Kalau benar diborgol saat sakit, tentu harus dilihat dulu alasannya. Keamanan memang penting, tapi rasa kemanusiaan juga tidak boleh hilang. Kalau mereka sakit, harus dirawat dengan layak. Itu bentuk negara hadir untuk membina, bukan menghina,” lanjutnya.
Sebagai tokoh adat, Nadikiyang Pun Minak Yang Abung juga mengingatkan bahwa masyarakat jangan mudah mempercayai isu yang belum jelas sumbernya, seperti kabar meninggalnya napi yang ternyata tidak benar.
“Informasi yang tidak akurat bisa memicu fitnah dan keresahan. Kita harus hati-hati menerima kabar. Biarlah pihak berwenang menjelaskan secara resmi. Tugas kita sebagai masyarakat adalah mengawasi dengan cara yang bijak,” tuturnya.
Di akhir pernyataannya, ia berharap kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak, baik petugas, warga binaan, maupun masyarakat sekitar.
“Kita semua berharap tidak ada lagi kejadian serupa. Pengawasan harus ditingkatkan, tapi pembinaan juga harus diperkuat. Karena tujuan pemasyarakatan itu bukan sekadar menghukum, melainkan memperbaiki,” pungkasnya.(Redaksi Lampung)