Denpasar, Surya indonesia.netย โ Pembangunan proyek monumental Gedung Museum Agung Pancasila di kawasan Renon, Denpasar, Bali, kembali menuai kontroversi serius. Proyek ini diduga telah mencaplok badan jalan umum selebar 5 meter, sebuah pelanggaran tata ruang yang berpotensi merugikan aset publik dan mengganggu fungsi lalu lintas.
Dugaan pelanggaran ini mencuat setelah adanya laporan dan peninjauan lapangan yang menunjukkan bahwa batas terluar bangunan museum berdiri jauh melampaui Garis Sempadan Bangunan (GSB) dan masuk ke dalam area yang seharusnya menjadi aset jalan. Laporan ini bahkan menyebutkan bahwa pelanggaran tersebut sudah terjadi sejak tahun 2021 dan sempat dilaporkan kepada pihak berwajib.
Melanggar Regulasi dan Fungsi Jalan
Menurut aktivis dan pihak yang menyoroti kasus ini, pencaplokan badan jalan oleh Gedung Museum Agung Pancasila merupakan pelanggaran berat terhadap regulasi tata ruang dan perizinan. Area jalan selebar 5 meter yang dicaplok seharusnya berfungsi sebagai fasilitas umum, dan pengalihfungsiannya untuk kepentingan bangunan permanen dapat dikategorikan sebagai penyerobotan aset negara.
“Ini bukan hanya sekadar isu perizinan, tapi sudah menyangkut penyerobotan aset publik,” ujar salah satu sumber yang enggan disebut namanya. “Bagaimana mungkin sebuah proyek gedung yang membawa nama besar ideologi negara justru dibangun dengan melanggar regulasi dan mengambil hak publik atas badan jalan?”
Tuntutan Peninjauan Ulang dan Audit Perizinan
Meskipun Museum Agung Pancasila diharapkan menjadi landmark kebanggaan Bali, dugaan pelanggaran tata ruang ini menuntut peninjauan ulang yang mendalam. Pihak berwenang, termasuk Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali, didesak untuk segera:
* Mengaudit ulang seluruh proses perizinan, termasuk Izin Mendirikan Bangunan (IMB) proyek tersebut.
* Mengukur ulang batas lahan dan membandingkannya dengan peta aset jalan yang dimiliki oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU).
* Menetapkan langkah tegas untuk mengembalikan badan jalan yang dicaplok ke fungsi semula, sesuai dengan ketentuan tata ruang.
Kasus ini menjadi sorotan tajam, mengingat kawasan Renon adalah pusat pemerintahan dan ikon publik di Denpasar, sehingga setiap pembangunan harus mematuhi standar dan regulasi yang ketat. Publik menantikan sikap tegas dari pemerintah daerah untuk menyelesaikan dugaan pelanggaran ini dan memastikan aset jalan umum tidak dikorbankan demi kepentingan pembangunan gedung, seberapapun pentingnya gedung tersebut.
( red )