Suryaindonesia.net || Ucapan Bung Karno tentang Indonesia kelak akan menjadi mercusuar dunia, artinya bukan saja ketika itu — atau mungkin sampai sekarang Indonesia dalam keadaan gelap, tapi artinya juga mengisyaratkan bahwa Indonesia nanti akan menjadi penerangan dunia. Topik bahasan ini merupakan bagian dari tajul bincang diskusi rutin mingguan, Senin-Kamis, 22 September 2025 di Sekretariat GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) Jl. Ir. H. Juanda No. 4 A, Jakarta Pusat.
Acara safari spiritual yang sudah dilakukan GMRI — silaturahmi dengan Mayjen TNI – AD Rido Hermawan dan ke kediaman La Nyalla Mattalitti, menurut Joyo Yudhantoro memang harus terus dilakukan serta terus ditingkatkan, untuk lebih memperkaya wawasan dan jaringan gerakan kebangkitan kesadaran dan pemahaman spiritual agar dapat segera memasuki babak “revolusi spiritual” yang diharapkan dapat menjadi gerakan kebangkitan kesadaran semesta yang membumi dari Infonesia. Untuk kemudian diharap go internasional dengan mengunjungi tokoh spiritual panutan yang ada di berbagai negara. Karena itu, intensivitas untuk membangun jaringan dengan berbagai bangsa-bangsa di dunia, dapat dalam bentuk diplomasi spurutuak dapat segera diwujudkan sekaligus dimotori oleh Indonesia. Sebab hanya dengan cara itu, Indonesia akan menjadi mercusuar dunia.
Tentu saja, cahaya yang cemerlang ini menerangi dunia, ujar Sri Eko Sriyanto Galgendu yang juga sempat berkisah tentang perjalanan spiritualnya sejak 29 tahun silam, ketika masih bermukim di tempat kelahirannya, Surakarta Hadiningrat. Laku spiritual yang sudah dia lakukan sejak tahun 1996, ia cara baru sekali tidak mendapat restu dari sang istri, Mbak Ning. Demikian sahabat dan kerabat GMRI ketika harus menyapa Dyah Sutjiningtyas yang telah memberi Romo Eko, panggilan akrab untuk Sri Eko SriyantonGslgendu yang memiliki tiga buah cintanya yang cantik, dan salah satunya tengah menempuh studi S2.
Adapun satu keinginan Sri Eko Sriyanyo Galgendu yang tidak mendapat ijin dari Dyah Sutjiningtyas adalah ketika hendak melayat saat meninggalnya Ibu Suyatmi, di Solo. Sehingga hikmahnya dari larangan itu menjadi rahasia dan misteri tersendiri sampai sekarang. Seperti ketika Gus Dur wafatnya, dia pun justru mendapat perintah secara gaib untuk berada di Akas Purwo yang justru dianggap sangat wingit dalam perspektif keyakinan tradisi Jawa.
Kecuali itu, sejak menyusun “Kitab MA HA IS MA YA” yang kini tengah siap untuk dilaunching dalam waktu dekat, Sri Eko Sriyanto Galgendu kini merasakan suatu kebebas, sehingga tidak lagi ada sesuatu yang mengejsngnya untuk melakukan apapun yang dianggap terbaik untuk dirinya sendiri maupun bagi orang banyak. Perasaan terbebas dari segala belenggu yang membatasi dirinya untuk dapat bergerak bebas memang sulit dijelaskan dalam perspektif spiritual. Seperti halnya seusai melaksanakan puasa pala — suatu bentuk puasa yang tidak boleh menikmati apa yang bisa dihasilkan dari usaglhanya itu, kini sudah dapat dilakukan. Lantaran capaiannya dalam laku spiritual telah dia lampaui dalam bentuk tahapan yang juga tidak bisa didefinisikan secara ilmiah. Pendek kata, untuk melangkah lebih bebas, kini telah diperoleh oleh Sri Eko Sriyanto Galgendu, sehingga beragam program yang sudah dia dirancang akan segera dilaksanakan dalam waktu dekat. Baginya pun ada kesepakatan para leluhur yang telah memberi restu dan kekuatan untuk berdiri tegar sebagai sosok Pemimpin Spiritual Nusantara yang akan memandu arah muncunya perasaban baru yang kelak akan menjadi panutan dunia untuk mengedepankan kemampuan dan kecerdasan spiritual. Semua itu dia yakini lantaran merasa telah memperoleh restu para leluhur yang juga akan selalu menyertai gerak langkah yang dilakukannya. Hanya saja waktu dan kesrmiatan untuk mensyukuri semua perolehan semacam “palikah” kebebasan ini, tinggal menunggu waktunya saja untuk dirayakan sebagai ekspresi dari rasa syukur yang tidak boleh diabaikan.
Pecenongan, 22 September 2025