Suryaindonesia.net || Spiritual memang mampu melampaui agama dan budaya, ketika pengembaraan spiritual dilakukan dengan tekun dan konsisten mendekat kepada Tuhan. Dalam sepanjang jalan pengembaraan, sangat mungkin bersua dengan beragam penganut agama yang berbeda bahkan budaya yang khas tidak memiliki usungan nilai maupun nuansa yang sama. Karena itu, kemesraan pertemuan dengan berbagai pelaku spiritual yang berbeda agama maupun budaya menjadi momentum yang sangat langka dan nyaris tidak dialami oleh mereka yang tidak meniti jalan spiritual.
Taman sufistik yang terentang di dalam jiwa terbuka dan bersedia meletakkan egosentrisitas dipeluk cinta kasih Allah yang Maha Memahami dan Maha Menerima segenap keluh dan kesah untuk menjadi energi kehidupan yang penuh keyakinan dan kepercayaan. Begitulah tasawuf yang dinikmati menjadi energi dari penderitaan menjadi keindahan seperti puisi mistik yang mampu menenteramkan hati. Sebagai pengalaman yang melampaui pengetahuan.
Perjalan spiritual yang mengasyikkan karena mampu melintasi agama dan budaya dapat menemukan mutiara yang sakral, permata penerang peradaban masa depan yang tak tersekat oleh batas yang membelenggu pemandangan indah yang belum pernah dilihat dan dirasakan sebelumnya. Karena itu sungguh sangat menggetarkan hati dan mengagumkan.
Kemampuan spiritualitas melintasi batas-batas agama lantaran spiritualitas tidak mempersoalkan perbedaan yang ada di dalam agama. Bagi para pelaku spiritual, masalah perbedaan apapun yang ada di dalam agama diyakini sebagai bagian dari upaya memperkaya pengalaman batin serta perbedaan yang memiliki daya yang tidak perlu dipersamakan apalagi untuk dibandingkan. Oleh karena itu, jalan spiritual dapat memandu kerukunan umat beragama yang juga tidak perlu untuk dipaksakan. Sebab dengan sendirinya, perjalan dalam pengembaraan spiritual bisa menjadi marak dan unik memperkaya ragam macam pengalaman batin yang tidak pernah dialami sebelumnya.
Kemampuan spiritual melampaui beragam dimensi dan latar belakang budaya, juga dapat dilakukan karena spiritual bisa diterima oleh, entitas, kelompok maupun beragam budaya masyarakat manapun, mulai dari yang lebih bersifat tradisional, modern hingga budaya avangard yang kelak akan dihasilkan oleh pergesekan budaya atau benturan peradaban besar yang ada di dunia. Seperti yang pernah digambarkan oleh Samuel P. Huntington melalui karyanya “The Clash of Civilization” tahun 1993 yang kemudian dikembangkan pada tahun 1996 melalui “The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order”. Kemudian disambut oleh Francis Fukuyama yang berada di seberang sejak awal pemikiran itu dia tulis “The End of History” pada tahun 1989 hingga tahun 1992.
Ramalan Samuel P. Huntington perihal konflik manusia di masa depan tidak lagi didominasi oleh ideologi atau ekonomi, tetapi benturan antara budaya dan peradaban besar dunia, yaitu Barat, Islam dan agama Konfusisnisme, Hindu dan sebagainya. Jadi, peran spiritualitas yang mampu melampaui agama dan budaya — dalam konteks menjaga ketenteraman serta kedamaian dunia — spiritualis akan semakin relevan diperlukan bagi bangsa-bangsa di dunia yang mengidolakan kenyamanan dan keharmonisan umat manusia di bumi.
Banten, 21 September 2025