Penetapan 8 Tersangka Baru Kasus Korupsi Kredit PT Sritex

Hukum, Kriminal29 Dilihat

 

JAKARTA, SURYA INDONESIA, – Petugas Kejaksaan Agung RI menggiring tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit PT Bank BJB, PT Bank DKI dan Bank Jateng kepada PT Sritex dan entitas anak usaha, menuju mobil tahanan di Gedung Jampidsus Kejagung, Jakarta, Selasa (22/7/2025). (Sumber: ANTARA/Kompas/HO-Kejaksaan Agung RI.)

Kejaksaan Agung RI telah menetapkan delapan tersangka baru dalam kasus  korupsi pemberian kredit bank ke PT Sritex dan entitas anak usaha.

Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Nurcahyo Jungkung Madyo menyebut kedelapan tersangka tersebut telah menyalahi ketentuan pemberian dan penggunaan kredit.

“Ada kerjasama, persengkongkolan dalam proses pemberian fasilitas kredit ini,” kata Nurcahyo.

Dengan ditetapkannya delapan tersangka baru ini, maka total ada 11 tersangka dalam kasus ini.

Selengkapnya berikut sederet fakta-fakta penetapan tersangka baru kasus korupsi pemberian kredit bank ke PT Sritex:

Delapan Tersangka Baru

Delapan tersangka baru yang ditetapkan Kejagung terdiri dari eks Direktur Keuangan PT Sritex, eks Direktur Utama BJB, hingga eks Direktur Utama Bank Jateng.

Berikut rincian delapan tersangka tersebut:

1. AMS (Allan Moran Severino) selaku Direktur Keuangan PT Sritex periode 2006–2023,

2. BFW (Babay Farid Wazadi) selaku Direktur Kredit UMKM merangkap Direktur Keuangan Bank DKI Jakarta 2019–2022.

3. PS (Pramono Sigit) selaku Direktur Teknologi Operasional Bank DKI Jakarta 2015–2021.

4. YR (Yuddy Renaldi) selaku Direktur Utama (Dirut) Bank BJB 2019–Maret 2025.

5. BR (Benny Riswandi) selaku Senior Executive Vice President Bisnis Bank BJB 2019–2023,

6. SP (Supriyatno) selaku Dirut Bank Jawa Tengah (Jateng) 2014–2023,

7. PJ (Pujiono) selaku Direktur Bisnis Korporasi dan Komersial Bank Jateng 2017–2020,

8. SD (Suldiarta) selaku Kepala Divisi Bisnis Korporasi dan Komersial Bank Jateng 2018–2020.

Peran Tersangka Baru

Kejagung mengungkapkan kedelapan tersangka memilikin peran yang berbeda-beda.

1. Allan Moran Severino (AMS) berperan sebagai penanggung jawab keuangan perusahaan termasuk dalam memproses kredit pihak perbankan, menandatangani permohonan kredit pada bank DKI Jakarta.

Ia juga memproses permohonan pencairan kredit dengan underlying berupa invoice fiktif, dan menggunakan uang pencairan bank dari bank DKI tidak sesuai peruntukannya (modal kerja), namun justru untuk melunasi utang MTN (medium term note).

2. Babay Farid Wazadi (BFW) selaku pejabat pemegang kewenangan memutus kredit bertanggung jawab atas keputusan kredit yaitu terkait dengan MAK (momarandum analisa kredit).

Ia yang juga selaku Direksi Komite A2 tidak mempertimbangkan adanya kewajiban MTN PT Sritex pada BRI yang akan jatuh tempo, dan tidak meneliti pemberian kredit PT Sritex seusai norma umum perbankan dan ketentuan bank.

3. Pramono Sigit (PS) berperan sebagai pejabat pemegang kewenangan memutus kredit bertanggung jawab atas keputusan kredit yang diambil terhadap MAK.

Dalam kasus ini, Pramono dinilai tidak meneliti pemberian kredit PT. Sritex sesuai norma umum perbankan dan ketentuan bank dan memutus kredit PT Sritex dengan fasilitas jaminan umum tanpa kebendaan walaupun PT Sritex bukan termasuk kategori debitur prima.

4. Yuddy Renaldi (YR) sebagai Komite kredit pemutus tingkat pertama. Ia memutuskan untuk memberikan penambahan plafon kredit kepada PT Sritex sebesar Rp350 miliar, walaupun mengetahui dalam rapat komite kredit pengusul MAK menyampaikan PT Sritex dalam laporan keuangannya tidak mencantumkan kredit existing Rp200 miliar.

5. Benny Riswandi (BR) sebagai Komite kredit kantor pusat empat yang memiliki kewenangan memutus kredit modal kerja Rp 200 miliar, namun tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai komite kredit sesuai dengan prinsip 5 C (Character, Capacity, Capital, Collateral, Condition).

Benny dalam melakukan evaluasi pemohonan kredit yang diajukan PT. Sritex, tidak pernah melakukan evaluasi terkait keakuratan laporan keuangan yang disajikan oleh analisis kredit, divisi bisnis dan divisi credit risk maupun pimpinan divisi korporasi dan komersial.

Ia hanya percaya terkait pemaparan yang disampaikan pimpinan divisi korporasi dan komersial.

Sementara terkait pemberlakuan jaminan clean basis atau tanpa jaminan fisik semata-mata hanya didasarkan pada keyakinan bahwa Sritex telah go public selama tiga tahun dan laporan keuangan selalu baik, sedangkan ia mengetahui PT. Sritex mengalami penurunan produksi dan penurunan ekspor serta peningkatan kewajiban karena memiliki kredit di beberapa bank.

6. Supriyatno (SP) sebagai pejabat pemegang kewenangan memutus kredit bertanggung jawab atas keputusan yang diambil terhadap suatu MAK, tidak membentuk Komite Kebijakan Perkreditan atau Komite Kebijakan Pembiayaan (KKP) dan Komite Pembiayaan (KK) pada Pemberian fasilitas kredit modal kerja rantai pasok (SCF) kepada PT Sritex.

Supriyatno juga menyetujui pemberian kredit kepada PT Sritex walaupun mereka mengetahui kewajiban PT Sritex lebih besar dari aset yang dimiliki sehingga kredit tersebut berisiko.

Ia menandatangani usulan Memorandum Analisa Kredit yang diajukan PT Sritex tanpa dilakukan verifikasi langsung terhadap kebenaran Laporan Keuangan Audited PT Sritex 2016 – 2018, melainkan hanya melakukan analisa terhadap data-data yang disajikan dalam Laporan Keuangan. Serta tidak melakukan evaluasi terkait keakuratan laporan keuangan yang disajikan oleh analisis kredit.

7. Pujiono (PJ) selaku Direktur Bisnis Korporasi dan memiliki peran sama dengan tersangka Supriyanto.

8. Suldiarta (SD) perannya tidak memastikan terselenggaranya kegiatan operasional bank sesuai dengan manajemen risiko dan melaksanakan kegiatan pengelolaan manajemen risiko oleh seluruh unit kerja Bank Jateng.

Serta kajian risiko tidak ditindaklanjuti Analis Kredit melalui mekanisme Trade Checking dan dalam menyusun analisa kredit dibuat dengan data yang tidak diverifikasi dan diyakini kebenarannya terkait data buyer dan supplier data keuangan, sehingga analis belum melakukan perhitungan repayment capacity.

Ia juga menandatangani usulan MAK yang diajukan  PT. Sritex tanpa dilakukan verifikasi secara langsung terhadap kebenaran Laporan Keuangan Audited PT Sritex 2016-2018, melainkan hanya melakukan analisa terhadap data-data yang disajikan dalam Laporan Keuangan tersebut.

Ia tidak melakukan evaluasi terkait keakuratan laporan keuangan yang disajikan analisis kredit, tidak menyusun analisa kredit penyediaan dana lainnya atas dasar data yang diterima dan diverifikasi serta diyakini kebenarannya, serta menandatangani Surat Pemberitahuan Persetujuan Limit Supply Chain Financing PT. Sritex.

Kerugian negara

Berdasarkan keterangan Kejagung, perbuatan para tersangka dalam kasus ini telah mengakibatkan kerugian negara kurang lebih sebesar Rp1.088.650.808.028 (Rp1,08 triliun).

Adapun kerugian negara tersebut sedang dalam proses penghitungan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Tersangka ditahan

Kedelapan tersangka baru telah dilakukan penahanan oleh Kejagung.

Namun demikian satu tersangka yakni Yuddy Renaldi menjadi tahanan kota. Hal ini dikarenakan kondisi kesehatannya.

Sementara untuk tujuh tersangka lainnya telah ditahan di rumah tahanan atau rutan.

Penyidikan dibagi 2 klaster

Kejagung mengungkapkan terdapat dua klaster dalam penyidikan kasus yang tengah diusut.

Kaster pertama penyidikan difokuskan pada 3 bank pembangunan daerah (BPD), yakni bank BJB, bank DKI Jakarta, dan Bank Jateng yang memberikan kredit kepada Sritex.

“Satu lagi klaster yang kami masih melakukan penyidikan juga yaitu terhadap pemberian kredit di dua bank, yaitu bank BNI, BRI, dan LPEI. Keditnya, ini kredit sindikasi,” ucap Cahyono. (ardi/kw)