Poros 98: Dunia Masuk Era Perang Baru, Indonesia Harus Waspada

Peristiwa14 Dilihat

Bandung, Surya Indonesia,- Ketegangan global yang dipicu konflik antara Iran, Israel, dan Amerika Serikat kembali memunculkan kekhawatiran akan pecahnya Perang Dunia III. Namun menurut Ketua Poros 98 Daddy Palgunadi, analis geopolitik dari Yayasan Barisan Gawe Rancage (YBGR), skenario perang dunia skala penuh masih jauh dari kemungkinan, setidaknya dalam waktu dekat.

Hal ini disebabkan karena kekuatan besar seperti Rusia dan Tiongkok belum terlibat langsung dalam eskalasi militer tersebut. Namun, dunia tetap berada dalam kondisi genting karena berbagai bentuk peperangan modern telah berlangsung di balik layar.

“Perang hari ini bukan cuma soal tank dan peluru. Kita sedang menyaksikan perang intelijen, perang opini, dan perang diplomasi yang tak kalah menentukan hasil akhir,” kata Daddy kepada Surya Indonesia, Kamis (26/6/2025).

Perang Tanpa Deklarasi, Tapi Penuh Daya Rusak

Ketua Poros 98 ini menjelaskan bahwa terdapat empat bentuk dominan perang masa kini, yakni:

1. Perang Intelijen, lewat pembocoran dokumen dan penyusupan sistem.

2. Perang Diplomasi, dalam bentuk tekanan sanksi dan aliansi global.

3. Perang Fisik terbatas, melalui serangan drone, sabotase, atau rudal presisi.

4. Perang Opini, dengan membentuk persepsi publik melalui media.

“Tanpa perlu deklarasi perang, negara bisa saling melumpuhkan,” ujarnya.

Iran, Nuklir, dan Dilema Dunia

Ketegangan meningkat setelah serangkaian serangan terhadap situs nuklir Iran yang diduga dilakukan oleh Israel. Amerika Serikat juga memberlakukan sanksi baru setelah keluar dari kesepakatan nuklir JCPOA pada 2018.

Menurut Daddy, kebijakan ini justru mendorong Iran untuk meningkatkan pengayaan uranium dan mempercepat pengembangan teknologinya.

Ketua Poros 98, Daddy Palgunadi

“Ironisnya, penekanan justru membuat Iran merasa sah untuk mempercepat programnya. Mereka merasa harus bertahan hidup,” tuturnya.

Laporan dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA) yang menyebut pengayaan uranium Iran mencapai tingkat tinggi, menurut Daddy, juga perlu dilihat secara kritis.

“Jangan ulangi tragedi Irak dan Libya yang dihancurkan karena laporan intelijen yang keliru,” ujarnya.

Indonesia Harus Perkuat Pertahanan

Dengan rudal hipersonik Fatah 2 dan sekitar 3.000 rudal lain, Iran disebut memiliki kekuatan serang yang cukup untuk membalas jika diserang lebih dulu. Di sisi lain, Amerika Serikat terus menjaga kepentingannya di Timur Tengah dengan menempatkan 27 pangkalan militer di negara-negara Arab.

Di tengah situasi ini, Daddy menilai Indonesia tidak boleh tinggal diam. Sebagai negara nonblok yang berada di jalur laut strategis dunia, Indonesia harus memiliki kesiapan militer dan pertahanan udara yang kuat.

“Kita tidak boleh hanya netral secara politik, tapi lemah secara militer. Kalau kita tidak siap, kita bisa jadi arena perebutan,” katanya.

Perang Dunia Belum Terjadi, Tapi Ketegangan Nyata

Daddy menutup analisanya dengan peringatan bahwa perang modern tidak dimulai dengan senjata, tapi dengan narasi. Oleh karena itu, kewaspadaan publik dan ketajaman informasi menjadi penting di tengah derasnya arus opini dan disinformasi global.

“Hari ini bukan soal siapa paling kuat secara militer, tapi siapa paling siap membaca dan merespons realitas geopolitik dengan bijak,” ujarnya.