Aksi Kepung Istana 21 Juli Dinilai Berisiko, Pengamat: Lebih Baik Fokuskan Tekanan Lewat Jalur Legislasi

Sosial12 Dilihat

Surya Indonesia, Jakarta – Rencana aksi besar-besaran pengemudi ojek online (ojol) yang akan kembali mengepung Istana Negara pada 21 Juli mendatang mulai menuai respons kritis dari berbagai pihak. Aksi lanjutan ini diklaim sebagai buntut dari tuntutan 20 Mei lalu yang disebut tak kunjung ditanggapi secara serius.

Namun sejumlah pengamat menilai langkah tersebut berpotensi kontra-produktif. Selain mengganggu layanan publik, aksi turun ke jalan dikhawatirkan menciptakan instabilitas di ruang-ruang ekonomi warga dan menekan proses legislatif yang sebenarnya sedang berjalan.

“Pemerintah dan DPR sudah membuka ruang dialog. Aksi lanjutan justru bisa mengganggu proses legislasi dan merugikan pengemudi sendiri yang kehilangan pemasukan,” tegas Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Transportasi Perkotaan (LKTP), Denny Lihiang, saat diwawancarai, Sabtu (22/6).

Denny Lihiang, Pengamat Transportasi

Menurut Denny, tuntutan soal tarif, potongan aplikator, hingga sistem kemitraan sebenarnya telah masuk dalam pembahasan revisi aturan dan rencana RUU Transportasi Online. Ia menyayangkan jika upaya yang telah dirintis melalui jalur resmi justru dikaburkan oleh manuver jalanan.

Lebih lanjut, Denny juga menyoroti dampak aksi “offbid” yang dilakukan secara massal. “Ini bisa sangat mengganggu masyarakat luas, terutama pelaku UMKM, pasien medis, dan sektor logistik yang mulai tergantung pada armada daring,” ujarnya.

Dari sisi keamanan, aparat kepolisian juga dihadapkan pada tantangan pengamanan ekstra di tengah padatnya wilayah Istana. Potensi gesekan horizontal maupun ketegangan dengan pengguna jalan menjadi catatan tersendiri.

Sementara itu, pihak Kementerian Perhubungan dikabarkan masih membuka ruang diskusi. Direktur Angkutan Jalan Kemenhub, Suharto, mengatakan pemerintah saat ini tengah menyiapkan kebijakan transisi menuju sistem yang lebih berkeadilan bagi mitra pengemudi.

“Kita tidak tutup telinga. Tapi aspirasi harus disalurkan lewat saluran yang konstruktif. Kami terbuka untuk pertemuan lanjutan,” ujarnya singkat.

Diketahui, pada aksi 20 Mei lalu, ratusan ribu pengemudi ojol yang tergabung dalam komunitas Garda dan Front Driver Online menyuarakan 12 tuntutan kepada pemerintah, termasuk pembatasan potongan aplikator maksimal 10 persen dan pengakuan sebagai pekerja formal.

Meski hingga kini belum ada keputusan final, sebagian tuntutan disebut telah ditindaklanjuti melalui pertemuan internal pemerintah dan tim legislator.

Reporter: RZ | Editor: SL | Sumber: Denny Lihiang – Pengamat Transportasi