Petruk Bali hadir sebagai wajah kebebasan berekspresi dalam balutan budaya lokal.

Petruk Bali hadir sebagai wajah kebebasan berekspresi dalam balutan budaya lokal.

Serba-Serbi, Budaya15 Dilihat

Bali , Surya indonesia.net – Di tengah riuhnya kritik sosial dan dinamika demokrasi, nama “Petruk Bali” mencuat bukan karena sensasi, tapi karena pesan. Lewat panggung satire dan komedi, tokoh ini menyampaikan keresahan rakyat kecil dengan gaya khas: jenaka, tapi menggigit. Ia menertawakan kebijakan yang timpang dan menyindir ketidakadilan tanpa harus mengangkat suara atau senjata.

Petruk Bali hadir sebagai wajah kebebasan berekspresi dalam balutan budaya lokal. Bukan untuk mempermalukan, tapi untuk menyadarkan. Dalam lakonnya, ia menyuarakan suara-suara yang tak terdengar — kaum yang terpinggirkan, masyarakat yang kecewa, namun tetap mencintai tanah airnya.

Ketika bentuk kritik berubah dari orasi menjadi satire, dari aksi ke ekspresi seni, seharusnya kita membuka ruang, bukan membungkam. Humor adalah cara orang Bali dan Nusantara  mengolah luka sosial menjadi tawa yang menggelitik nurani. Petruk Bali bukan ancaman demokrasi. Ia adalah cermin: lucu di luar, tapi serius di dalam.

( ags )