AWAL MAWAR YANG BERDURI

Serba-Serbi31 Dilihat

Puisi Esai:
AWAL MAWAR YANG BERDURI
Oleh Denny JA

 

Ia datang dari negeri angin,
tempat kanal menyulam sejarah.

Dibawanya lentera jiwa Karl Marx,
ke tanah yang dijajah luka.

Langit Indonesia adalah kanvas gelap.
Sneevliet melukis nyala merah.

“Bangkitlah, wahai kaum tertindas!”
serunya di pelabuhan dan stasiun,
menemui buruh kereta,
dan petani lahan tandus.

Ia adalah badai yang menyusup di sela batin,
mengajarkan mogok sebagai senjata sunyi,
menciptakan denting besi dalam revolusi.

Di rumah-rumah Sarekat Islam,
ditanamnya benih Marxisme. Pada Semaoen.
Pada Darsono.
Pada Alimin.

Tiga pemuda ini bukan sekadar nama.
Mereka virus di nadi zaman,
membawa mimpi revolusi yang menjalar,
dari bisik ladang hingga pekik langit malam.

Di balik keringat buruh kereta api,
ia bangun jembatan menuju pemberontakan.

Komunisme adalah api yang ia pelihara.
Menyala dalam hati, merambat ke segala arah.

Dari percikan kecil lahir Partai Komunis Indonesia.
Suaranya bergema, membelah cakrawala:
“Revolusi!”,
sebuah mantra membakar jiwa.

Komunisme adalah mawar yang jatuh di pelukan bumi.

Darahnya menyuburkan benih perlawanan.

Tapi durinya menggores sangat dalam, karena mimpi revolusi meminta kekerasan.

Mawar itu mekar di pangkuan ibu pertiwi,
warnanya merah oleh darah yang ia curi.

Tapi durinya mencabik sawah, hutan, dan rumah,
meninggalkan luka yang membakar, tanpa pernah sembuh.

Sneevliet, sang bidan ideologi,
mengajari mereka.

Perlawanan itu doa bagi yang terinjak.

Namun sang penjajah mendengar gema langkah,
yang makin lama, makin berderap.

Sneevliet diusir dari Indonesia,
pulang ke Amsterdam.

-000-

Tapi,
Sneevliet bukan lelaki yang mudah menyerah pada badai.

Di setiap tiupan angin,
ia bisikan keadilan.
Di manapun ia berpijak,
tanah menjadi ladang perlawanan.

Saat itu, di Eropa, Hitler menanam ketakutan,
menjadi serigala di tengah domba.

Di bawah bayang-bayang Nazi yang mencekam,
Sneevliet menyulut api permusuhan.

‘Kita bukan sekadar manusia,’
ia berbisik.
‘Kita adalah mimpi yang tak bisa dibunuh.’
Dalam gelap, matanya berkilat, menjadi bintang terang,
yang berkata: Tidak!

Tapi serigala mencium aroma darah.
Sneevliet ditangkap oleh Gestapo,
diadili oleh kebencian,
dihukum mati.

Di saat terakhir, ia berdiri tegak,
seperti api yang menantang badai.

Lagu Internationale meluncur dari bibirnya,
menjadi bendera yang tak pernah dilipat.

“Bangkitlah kaum yang lapar!
Bersatulah yang tertindas!”

Teriaknya kepada langit Belanda.
Lalu timah panas menutup matanya.

Jiwanya selalu menyelinap,
menjelma suara angin di ladang,
menjadi api di mata buruh,
nyala di jantung pencari keadilan.

Namanya menjadi mantra.
Ia gugur sebagai Mawar,
tapi Mawar yang penuh duri.
Mawarnya membawa janji surga.
Tapi durinya adalah neraka. ***)

 

 

Posted: suryaindonesia.net
Jakarta 27 Januari 2025

CATATAN:
Mereka Yang Mulai Teriak Merdeka (7)
Kisah Henk Sneevliet dan Gagasan Komunisme

(1) Puisi esai ini dramatisasi kisah Henk Sneevliet yang pertama membawa gagasan Komunisme ke kalangan pergerakan Indonesia.

https://www.kompas.com/stori/read/2022/05/14/060000679/henk-sneevliet-pembawa-komunisme-ke-indonesia?page=2