RUDENIM DENPASAR DEPORTASI 1 PRIA WN TIONGKOK DAN 1 WANITA TANZANIA DALAM KASUS OVERSTAY DAN PELANGGARAN KEIMIGRASIAN

RUDENIM DENPASAR DEPORTASI 1 PRIA WN TIONGKOK DAN 1 WANITA TANZANIA DALAM KASUS OVERSTAY DAN PELANGGARAN KEIMIGRASIAN

Serba-Serbi214 Dilihat

Badung , Surya Indonesia.net –  Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali melalui Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar kembali menunjukkan ketegasannya dalam menegakkan peraturan keimigrasian. Dalam sehari, dua Warga Negara Asing (WNA) di Bali telah dideportasi. WNA tersebut adalah LG (34) seorang pria WN Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dan wanita WN Tanzania AIK (26) yang terlibat dalam kasus overstay dan pelanggaran keimigrasian lainnya.

Kepala Rumah Detensi Imigrasi Denpasar Gede Dudy Duwita menerangkan LG terakhir kali masuk ke Indonesia pada 02 Mei 2024 melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta menggunakan Visa on Arrival (VOA), yang berlaku hingga 31 Mei 2024. Menurut pengakuan LG, ia dijanjikan pekerjaan oleh temannya yang berkewarganegaraan Tiongkok dan telah berada di Bali selama sekitar satu bulan. Namun, ia berada di Indonesia melebihi masa berlaku izin tinggalnya lebih dari 60 hari tepatnya selama 72 hari. Setelah LG tiba di Bali dan membayar temannya, orang tersebut kembali ke Tiongkok, meninggalkannya tanpa cukup uang untuk memperpanjang izin tinggalnya. LG juga mengaku menyadari bahwa ia telah overstay setelah melewati tanggal 31 Mei 2024, namun tidak segera meninggalkan Indonesia karena sudah tidak lagi memiliki uang.

Dalam kasus lain, AIK tiba di Indonesia pada 12 September 2023 melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta dengan menggunakan izin tinggal kunjungan yang berlaku hingga 10 November 2023. AIK, yang bekerja sebagai penata rambut di sebuah salon di Tanzania, mengaku datang ke Indonesia untuk berlibur sambil menunggu kekasihnya yang akan datang dari Australia. Namun, AIK dianggap mengganggu ketertiban umum setelah masyarakat mengajukan pengaduan terkait aktivitasnya selama berada di Bali. Selain itu, petugas menemukan bahwa ia telah melebihi izin tinggalnya lebih dari 60 hari dan tidak dapat menunjukkan dokumen perjalanan saat dilakukan pemeriksaan keimigrasian.

Sebelumnya AIK diamankan Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai pada Operasi Jagratara awal Mei 2024 dan kepadanya telah ditetapkan telah melanggar Pasal 75 ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian, bahwa, “Pejabat Imigrasi berwenang melakukan Tindakan Administratif Keimigrasian terhadap Orang Asing yang berada di Wilayah Indonesia yang melakukan kegiatan berbahaya dan patut diduga membahayakan keamanan dan ketertiban umum atau tidak menghormati atau tidak menaati peraturan perundang-undangan”. Sedangkan LG sebelumnya diamankan oleh Kantor Imigrasi Kelas I TPI Denpasar dan ditetapkan telah melanggar Pasal 78 ayat 3 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian. Namun karena pendeportasian belum dapat dilakukan segera maka AIK diserahkan ke Rudenim Denpasar pada 5 Mei 2024 dan LG pada 22 Agustus 2024 untuk diproses pendeportasiannya lebih lanjut.

Pada 11 September 2024 LG telah dideportasi ke Shanghai – Tiongkok, sedangkan AIK dideportasi ke Zanzibar, Tanzania. Keduanya dikawal oleh petugas Rudenim Denpasar dan telah dimasukkan dalam daftar penangkalan Direktorat Jenderal Imigrasi.

Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Bali, Pramella Yunidar Pasaribu, menjelaskan bahwa Operasi Jagratara merupakan langkah inisiatif dari Direktorat Jenderal Imigrasi yang bersifat proaktif dan preventif. Nama operasi ini diambil dari bahasa Sansekerta yang berarti “selalu waspada”, sebuah prinsip yang harus dijalankan oleh petugas Intelijen dan Penindakan Keimigrasian (Inteldakim) di seluruh unit pelaksana teknis (UPT) Imigrasi Indonesia. Petugas tersebut menjadi garda terdepan dalam pengawasan keimigrasian terhadap aktivitas warga negara asing. Dengan upaya ini, diharapkan Bali tetap terjaga sebagai destinasi yang aman dan tertib, baik bagi wisatawan maupun warga asing yang mematuhi peraturan hukum yang berlaku.

“Sesuai Pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, penangkalan dapat dilakukan paling lama enam bulan dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama enam bulan. Namun demikian keputusan penangkalan lebih lanjut akan diputuskan Direktorat Jenderal Imigrasi dengan melihat dan mempertimbangkan seluruh kasusnya” tutup Dudy.

( Ags )