Badung , Surya Indonesia.net – Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali melalui Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar konsisten menunjukkan ketegasannya dalam menegakkan peraturan keimigrasian. Hal ini dibuktikan dengan pendeportasian seorang Warga Negara Asing (WNA) di Bali berinisial KJF (44) seorang pria berkebangsaan Australia..
KJF, baru-baru ini melaporkan diri ke Kantor Imigrasi Ngurah Rai Bali setelah menyadari bahwa dirinya telah tinggal melebihi batas waktu izin tinggal yang berlaku. Pria kelahiran 1979 itu adalah seorang pekerja konstruksi yang tinggal di Gold Coast, Queensland, Australia.
Plh. Kepala Rumah Detensi Imigrasi Denpasar, Gravit Tovany Arezo menerangkan bahwa KJF pertama kali datang ke Indonesia pada tahun 1992 untuk berwisata di Bali. Sejak itu, ia telah beberapa kali mengunjungi Bali, termasuk pada tahun 1995, 1997, 2010, dan terakhir pada tahun 2024. Selama kunjungannya pada April 2024, ia tinggal di sebuah hotel di area Kuta, Bali.
Dalam keterangannya, KJF mengungkapkan bahwa dirinya masuk ke Indonesia menggunakan Visa On Arrival (VOA) yang berlaku hingga 5 Mei 2024. Namun, ia mengira bahwa dengan mendapatkan visa baru secara online, dirinya bisa tetap tinggal di Indonesia secara sah tanpa harus keluar Indonesia setelah VOA-nya berakhir, dengan anggapan pengajuan visa baru tersebut merupakan sebuah perpanjangan izin tinggal. KJF menjelaskan awalnya ia berencana untuk memperpanjang izin tinggalnya seperti biasa di Kantor Imigrasi terdekat, tetapi justru salah paham terhadap sebuah informasi dari sesama turis yang menyarankan ia untuk melakukan perpanjangan izin tinggal secara online. Hal tersebut membuatnya meyakini bahwa visa kunjungan B211A yang diajukan secara online merupakan perpanjangan dari VOA-nya.
Ketika ditanya mengapa tidak keluar dari Indonesia sebelum masa berlakunya habis, KJF mengakui bahwa ia keliru mengira visa B211A sebagai perpanjangan izin tinggalnya. Pada akhirnya, setelah mendapatkan informasi yang benar dari agen yang biasa mengurus perpanjangan izinnya, KJF menyadari bahwa dirinya telah overstay dan segera melaporkan diri ke Kantor Imigrasi.
KJF menyatakan bahwa ia mengetahui risiko tindakan administratif keimigrasian berupa deportasi dan penangkalan sesuai Pasal 78 Ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Oleh karena itu, ia merasa perlu melaporkan situasinya kepada pihak imigrasi.
Oleh Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai, KJF dimintai keterangan dan didetensi pada 22 Juli 2024, namun karena belum dapat dilakukan pendeportasian dengan segera, KJF akhirnya dipindahkan ke Rudenim Denpasar pada hari yang sama. “Karena terkendala biaya untuk pembelian tiket kepulangannya, KJF harus menjalani masa pendetensian selama 3 (tiga) hari sebelum dideportasi.” ujar Gravit.
Pada 25 Juli 2024 KJF telah dideportasi ke kampung halamannya, Australia menggunakan penerbangan rute Denpasar – Perth. KJF dikawal ketat oleh petugas Rudenim Denpasar dan telah diusulkan dalam daftar penangkalan Direktorat Jenderal Imigrasi.
Menanggapi kejadian tersebut, Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Bali, Pramella Yunidar Pasaribu mengungkapkan bahwa kasus ini menjadi pengingat bagi para wisatawan asing untuk selalu memastikan status dan perpanjangan izin tinggal mereka agar sesuai dengan aturan yang berlaku, dengan memperhatikan mekanisme mekanisme yang telah ditetapkan. Diharapkan pula Bali tetap menjadi destinasi yang aman dan tertib bagi wisatawan dan penduduk asing yang menghormati hukum dan peraturan yang berlaku.
“Sesuai Pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, penangkalan dapat dilakukan paling lama enam bulan dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama enam bulan. Selain itu keputusan penangkalan seumur hidup dapat dikenakan terhadap Orang Asing yang dianggap dapat mengganggu keamanan dan ketertiban umum. Namun demikian keputusan penangkalan lebih lanjut akan diputuskan Direktorat Jenderal Imigrasi dengan melihat dan mempertimbangkan seluruh kasusnya” tutup Pramella.
( Ags )