Ketum GPMN: Rezim Popularitas Dorong High Cost Politic.

Politik597 Dilihat

Jakarta , Surya Indonesia.net – Ketua Umum Gema Perjuangan Maharani Nusantara (GPMN) Daddy Palgunadi menilai rezim popularitas yang saat ini menjadi tren dalam perbincangan soal pemilihan kandidat calon Presiden (Capres) akan mendorong terjadinya high cost politic. Hal itu disampaikannya dalam kegiatan diskusi publik Menuju 25 Tahun Reformasi 1998 dengan tema “Bacapres Dalam Pusaran Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme (KKN)” yang digelar oleh Konsolidasi Demokrasi Aktivis ’98, pada Kamis (16/2/2023) di Sekretariat Jokowi Mania (Joman) di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Daddy menilai high cost politic inilah yang juga akan mendorong prilaku koruptif

“Bayangkan, untuk meningkatkan popularitas dibutuhkan biaya politik yang tidak sedikit. Orientasi pada peningkatan popularitas Capres akan memunculkan program-program yang masif dan berkesinambungan. Tentu ini fenomena yang wajar. Namun kita perlu mewaspadai kecenderungan ini agar kita tidak terjebak pada hal yang mendorong pihak yang berkompetisi menjadi cenderung koruptif. Ini bisa menjadi awal dari munculnya tindakan korupsi,” jelas Daddy yang ditunjuk sebagai salah satu pembicara dalam agenda diskusi tersebut.

GPMN menilai upaya pemerintah Joko Widodo dalam upaya pemberantasan korupsi sudah cukup baik. Hal ini dapat ditunjukkan oleh sikap politik pemerintah yang tidak mau meng-intervensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mencegah dan menindak kasus tindak pidana korupsi.

 

“GPMN melihat upaya pemberantasan korupsi saat ini sudah cukup baik. Pemerintah tidak pernah melakukan intervensi terhadap KPK. Bahkan saat kasus korupsi yang ditangani oleh KPK melibatkan sejumlah menteri. Hal ini menjadi catatan yang baik dalam komitmen kita terhadap pemberantasan korupsi di masa pemerintahan Jokowi,” pungkasnya.

Saat ditanya oleh moderator soal komitmen Puan Maharani dalam upaya pemberantasan KKN, Daddy menilai bahwa figur yang didukung oleh organisasinya sebagai Capres di Pilpres 2024 itu diyakini akan tetap berkomitmen mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme.

 

“Kita seharusnya berfokus pada gagasan yang ditawarkan oleh para kandidat Capres, ketimbang berpatokan pada tingkat popularitasnya saja. Tawaran gagasan adalah ukuran dalam menilai seorang kandidat Capres apakah dia layak untuk dipilih dan dapat membawa kehidupan berbangsa dan bernegara ke arah yang lebih baik. Disini kita memilih pemimpin berdasarkan kualitasnya, bukan hanya pada popularitasnya semata,” kata mantan aktivis Front Jakarta itu.

Sebagian pembicara menilai bahwa kinerja pemerintahan Jokowi dalam memberantas korupsi masih jauh dari harapan. Mereka melihat pemerintahan Jokowi cenderung permisif terhadap korupsi. Namun semuanya optimis bahwa praktik KKN dapat berkurang jika semua pihak memiliki komitmen bersama dan menjalankannya secara serius di periode mendatang. Optimisme ini disampaikan oleh masing-masing pembicara yang mewakili kelompok-kelompok relawan pendukung Capres. Masing-masing Capres yang didukung diyakini memiliki integritas yang tinggi terkait upaya pencegahan dan penindakan pidana korupsi.

Kegiatan diskusi publik ini menghadirkan pembicara Daddy Palgunadi (Relawan Puan Maharani – GPMN), Sukma Widyanti (Relawan Anies Baswedan – Era Anies), dan Teguh Eko Prastyono (Relawan Ganjar Pranowo – Guntur), dengan moderator Febby Lintang (Pijar) dan Niko Adrian sebagai ahli hukum. Semua pembicara, moderator dan hadirin yang terlibat dalam kegiatan diskusi ini adalah mantan aktivis 98 yang sampai saat ini masih terus berkomunikasi dalam forum-forum diskusi yang bertujuan memberikan kontribusi dalam bentuk gagasan, ide dan pemikiran kritis bagi kebaikan negeri ini. ( Denny )